Partai Lama Stagnan, Aceh Perlu Partai Lokal Baru

Effendi Hasan. Foto: ist.
Effendi Hasan. Foto: ist.

Pengamat politik Universitas Syiah Kuala, Effendi Hasan, menilai masyarakat Aceh perlu adanya partai perlu partai lokal baru. Karena sejumlah partai lokal saat ini belum dapat memenuhi aspirasi rakyat.


“Sehingga dengan munculnya partai lokal yang baru memberikan angin segar kepada masyarakat untuk dapat menyampaikan aspirasinya melalui partai politik local yang baru,” kata Effendi kepada Kantor Berita RMOLAceh, Selasa, 9 Desember 2021. 

Menurut Effendi, dengan kehadiran partai politik lokal yang baru dapat bersaing dengan partai yang sudah lama ada. Nantinya, kata dia, akan tercipta persaingan yang positif, terutama saat partai baru dapat mewakili harapan masyarakat nantinya.

Effendi mencontohkan kehadiran Partai Islam Aceh (PIA). Partai ini muncul di saat yang tepat dengan konstelasi perpolitikan secara nasional yang memainkan isu politik identitas, terutama isu tentang agama. 

Effendi berharap partai ini mampu menjawab isu-isu politik tentang agama tersebut. Effendi meyakini para pendiri partai melihat peluang tersebut, apalagi Aceh memiliki kekhususan dalam melaksanakan syariat Islam. 

PIA, kata Effendi, memiliki peluang yang besar untuk memainkan politik agama, terlepas ada partai politik lokal yang juga memiliki latar belakang agama seperti partai PDA. Menurut Effendi, jika partai menjadikan agama sebagai “jualan”, hal ini belum tentu dapat membidik suara rakyat dengan mudah. Ini terlihat dari perkembangan partai-partai berbasis pemilih Islam, baik di tingkat Aceh maupun nasional. 

“Partai PDA masih bertahan sampai sekarang, berbeda halnya dengan partai politik lokal yang lainnya, Seperti partai PAAS, PBA, PRA. Kemudian Partai SIRA sempat juga hilang pada Pemilu 2014 dan muncul lagi Pemilu 2019,” kata Effendi. 

Effendi haqqul yaqin partai PIA ini memiliki peluang besar walaupun basis suara yang ditargetkan sama dengan partai PDA, yaitu basis santri, ulama dayah, serta aktivis Islam. Jika dilihat dari isu yang berkembang saat ini, kata Effendi, PIA bisa memiliki suara pada Pemilu 2024. Hal tersebut, tergantung pada kejelian para politikus dan pengurus partai mempersiapkan dari dalam Pemilu 2024. 

“Partai baru memiliki peluang yang sama dengan partai yang lama. Hanya saja partai lama lebih siap menghadapi Pemilu 2024 karena mereka berpengalaman mengikuti pemilu. Mereka juga siap dari segi finansial dan basis suara,” kata Effendi. 

Effendi mengatakan PIA memiliki tantangan untuk membangun kepercayaan masyarakat. Terutama dari kaum religious untuk menyampaikan program dari partai PIA. Masyarakat Aceh, kata Effendi, umumnya sangat kental dengan sisi religious. Karena hal itu, banyak partai sekarang ini belum bisa menjadi jembatan bagi masyarakat menyampaikan aspirasinya kepada pemerintah. 

“Apalagi kaum milenial selalu melihat bukti dan hal yang baru dari partai tersebut, contoh nya partai PSI memiliki ceruk atau pemilih yaitu kaum milenial karena PSI selalu mengkampanyekan peran anak muda, sehingga PSI mendapat posisi yang bagus bagi kaum milenial,” kata Effendi. 

Bukan tidak mungkin, kata Effendi, partai PIA bernasib sama dengan partai politik lokal yang ikut pada Pemilu tahun 2009, gagal mendapatkan kursi di provinsi dan tidak memiliki peluang untuk ikut pemilu berikutnya.