Pelaku Kekerasan dan Penganiayaan Hewan Bisa Dijerat Hukuman Pidana 

Seorang pengunjung Pet Festival Banda Aceh sedang melihat kucing tanpa nama (No-Name) yang ditemukan di kawasan Lampineung, Kota Banda Aceh dengan luka parah sampai ke tulang. Saat ini kucing tersebut sudah pulih. Foto: Helena Sari/RMOLAceh.
Seorang pengunjung Pet Festival Banda Aceh sedang melihat kucing tanpa nama (No-Name) yang ditemukan di kawasan Lampineung, Kota Banda Aceh dengan luka parah sampai ke tulang. Saat ini kucing tersebut sudah pulih. Foto: Helena Sari/RMOLAceh.

Kasat Reserse Kriminal (Reskrim) Kepolisian Resor (Polresta) Banda Aceh, Kompol Fadhillah Aditya Pratama mengatakan pelaku kekerasan terhadap hewan dapat dijerat dengan hukuman pidana. Ancaman pidana untuk pelaku kekerasan terhadap hewan terdapat dalam pasal 302 Ayat 1, Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).


"Dalam ayat itu disebutkan bahwa pelaku pelaku kekerasan terhadap hewan terancam pidana penjara paling lama tiga bulan penjara atau pindana denda paling banyak Rp 4.500 jika itu penganiayaan ringan," ujar Fadhillah Aditya Pratama kepada Kantor Berita RMOLAceh di Banda Aceh, Senin, 27 Februari 2023.

Sementara itu pada Pasal 302 ayat (2) KUHP dituliskan "Jika perbuatan itu mengakibatkan sakit lebih dari seminggu, atau cacat atau menderita luka-luka berat lainnya, atau mati, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan, atau pidana denda paling banyak tiga ratus rupiah, karena penganiayaan hewan".

"Apabila hewan tersebut milik terpidana maka hewan itu akan diambil oleh pihak terkait," ujar Fadhillah.

Menurut Fadhillah, negara dan pemerintah Indonesia hadir untuk dengan berbagai perlindungan dan regulasi. Hewan dan satwa liar berarti hewan yang dilindungi undang-undang.

"Dalam hal ini hewan yang menjadi peliharaan kita hadir dan menemani, hewan jika kita rawat dan obati sebagaimana layaknya hewan peliharaan, lambat laun nalurinya akan jinak," kata Fadhillah.

Lebih lanjut Fadhillah menyebutkan bahwa ancaman pidana terkait penganiayaan hewan juga tertuang dalam Pasal 91B Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang perubahan atas UU Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.

Pasal 91B ayat satu disebutkan setiap orang yang melakukan perbuatan penyalahgunaan terhadap hewan, sehingga hewan menjadi tidak produktif maka akan dijerat pidana paling singkat satu bulan, dan paling lama selama enam bulan. Adapun denda yang akan diterima pelaku paling sedikit Rp 1 juta dan paling banyak Rp 5 juta. Substansi pada UU ini sebenarnya lebih kepada hewan ternak

Kemudian pada ayat dua disebutkan setiap orang yang mengetahui adanya perbuatan penyalahgunaan terhadap hewan dan tidak melaporkan kepada pihak berwenang akan dikenai pidana kurungan paling singkat satu bulan dan paling lama tiga bulan, serta denda Rp 1 juta dan atau paling banyak Rp 3 juta. 

Fadhlillah mengatakan bahwa sejauh ini belum ada pelaporan langsung terhadap kasus kekerasan terhadap hewan peliharaan. Menurutnya meski ancaman hukumannya ringan, namun pelaku kekerasan terhadap hewan harus mendapatkan sanksi sosial.

"Ya memang sejauh ini belum ada, dan saya harapan tidak ada. Tapi bila betul terjadi mohon dilaporkan," ujar Fadhillah.

Fadhillah juga mengajak masyarakat untuk bersama saling memerhatikan hewan diblingkungan sekitar, saling memberi edukasi serta pembelajaran terbaik bagi pelaku. Apalagi kesejahteraan hewan penting karena berkontribusi dalam kesejahteraan manusia.

"Hewan dapat menyenangkan hati manusia, jika rasa yang dibangun itu baik, artinya simbiosis mutualismenya itu ada," ujar Fadhillah.

Sebelumnya diberitakan kekerasan terhadap hewan peliharaan  liar marak terjadi di Aceh. Sasaran penyiksaan dialami oleh hewan peliharaan mulai dari anjing hingga kucing. Kondisi tersebut menjadi perhatian Komunitas pencinta Kucing (Cat Lover) Banda Aceh.

"Penyiksaan kucing dan anjing, burung juga bayi monyet yang induknya dibunuh dan dipisahkan hanya karena lucu," kata Ketua Cat Lover Banda Aceh, Natalina Christanto kepada Kantor berita RMOLAceh, Ahad, 26 Februari 2023 Kemarin. 

Menurut Natalina, aksi kekerasan terhadap hewan liar maupun peliharaan tersebut terjadi karena kurangnya sosialisasi terhadap masyarakat. Untuk itu penting diberikan pemahaman kepada seluruh masyarakat untuk mencegah hal yang sama terulang kembali.

Penting adanya dilakukan peningkatan pemahaman kepada masyarakat, karena setiap tahun ada pelaporan terhadap hewan kepada cat lovers Banda Aceh," ujar Natalina.

Wanita yang juga berprofesi sebagai seorang dokter ini juga mengungkapkan bahwa laporan tentang kekerasan hewan paling sering ditemui oleh Natalina di kawasan Tungkop, Kecamatan Darussalam Aceh Besar dan Batoh, Lueng Bata, Kota Banda Aceh. 

Melihat kondisi tersebut, Natalina dan sejumlah rekannya di Cat Lover Banda Aceh sudah melakukan audiensi dengan pihak Kepolisian Resor Kota (Polresta) Banda Aceh untuk meminimalisir kekerasan terhadap hewan. 

Natalina mencontohkan kasus kasus kekerasan terhadap hewan jenis kucing liar yang terjadi pada tahun 2022 lalu di kawasan Tanjung Selamat Darussalam. Kucing tersebut ditemukan dengan luka parah di kepala dan leher. 

"Diduga luka di kepala kucing tersebut disebabkan oleh benda tajam hingga merusak tulang tengkorak depan, sementara di leher terkena luka tusukan sedalam 1 centimeter," ujarnya.

Hal yang lebih menyedihkan, saat ditemukan luka kondisi kucing malang tersebut sudah berbau busuk, tertutup darah yang sudah mengering. Dari lubang tengkorak juga terlihat sudah bernanah.

Menurut Natalina, saat ini kondisi kucing bernama Hercules itu sudah menjalani tiga kali operasi dengan masa penyembuhan dua bulan lamanya. Berkaca dari kasus kucing Herkules,  Natalina berharap Pemerintah setempat dapat serius untuk menanggani permasalahan kekerasan terhadap hewan.

"Diperlukan perhatian serius, kepada warga kami juga berharap bila menemukan kasus kekerasan segera laporkan," ujar Natalina.