Pemerintah Aceh Diminta Sinkronkan Data Pengangguran di Aceh

Ilustrasi: Iamxpart
Ilustrasi: Iamxpart

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik sebanyak 8,75 juta orang Indonesia dalam tidak bekerja alias menganggur. Di Aceh, sebanyak 19 ribu orang. Jumlah tersebut meningkat dari sebelumnya.


Sekretaris Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Aceh, Habibie Insuen, menilai penyebab utama dari bertambahnya angka pengangguran itu ialah jumlah angkatan yang bertambah. Banyak pekerja diputuskan hubungan kerja akibat kondisi pendemi. 

"Angka pengangguran di Aceh setara dengan 6,30 persen," kata Habibi Insuen kepada Kantor Berita RMOLAceh, Jumat, 21 Mei 2021.

Habibi mengatakan bedasarkan data yang ada tersebut jumlah angka pengangguran dan PHK tidak signifikan. Lebih banyak dari angkatan kerja, namun belum memiliki pekerjaan sama sekali. 

Habibi mengatakan data itu harus ditinjau kembali lebih dalam. Saat ini banyak pegawai yang  bekerja di perusahaan swasta tapi tidak terdata sebagai pekerja. 

"Yang sudah bekerja masih mahasiswa atau eks mahasiswa, atau pekerja swasta tapi tidak aktif terdata. Oleh karena itu, perlu ditinjau kembali," kata Habibi.  

Menurut Habibi, jika membandingkan angka kemiskinan meski ada relevansi dengan angka kemiskinan. "Sekali lagi, ini data," kata Habibi.

Habibi mengatakan angka pengangguran tinggi atau mengalami kenaikan sekitar 19 ribu orang disumbangkan oleh pekerja yang tidak lagi bekerja. 

Oleh karena itu, kata Habibi, pengentasan angka pengangguran dan kemiskinan menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah bahkan semua pihak yang terlibat. Khususnya Aceh.  

Habibi mengingatkan agar pelaku usaha untuk tidak memberhentikan para pekerja sehingga angka pangangguran tidak semakin bertambah. Kalau hal itu dilakukan, kata dia, implikasinya pada angka kemiskinan. 

Menurut Habibi, supaya tidak bertambah angka pengangguran dan kemiskinan maka orang yang sudah bekerja untuk menjaga ketahanan ekonomi harus dipertahankan agar tetap bekerja. Walaupun pamdemi yang mengakibatkan kegiatan usaha terpaksa mengurangi ataupun menangguhkan beberapa hal menyangkut upah-upah yang biasa terima.