Pemerintah, Digitalisasi, dan Polusi 

Ilustrasi: Pinterest.
Ilustrasi: Pinterest.

KERUSAKAN lingkungan menjadi masalah utama manusia. Presiden Joko Widodo dan Gubernur DKI Jakarta Anis Baswedan diputus bersalah dalam kasus polusi atau pencemaran udara Jakarta. 

Putusan ini teramat gawat. Saat Presiden dianggap bersalah, tentu konsekuensi besar. Presiden Jokowi harus segera mencari jalan keluarnya. Bagaimana?

Pertama-tama yang harus ditata adalah pemerintahan itu sendiri. Presiden jangan lagi membiarkan orang pemerintah bekerja di kantor-kantor. Untuk apa mereka berkantor dan duduk balik di meja. Mengapa tidak duduk rumah masing-masing dan berbicara dari rumah dengan bawahan maupun atasan dan dengan rakyat yang dilayani.

Orang-orang pemerintah adalah mereka yang paling sibuk berangkat pagi-pagi ke kantor. Berlomba dengan para pekerja/buruh yang terancam dipotong gaji jika terlambat bekerja dan berlomba dengan anak sekolah yang takut terkena sanksi dari sekolah karena terlambat masuk. 

Para buruh pabrik berebut jalan yang sempit dan sesak dengan orang pemerintah. Anak anak sekolah disemburkan asap kendaraan para pejabat yang mendahului karena memang mereka para pejabat itu adalah prioritas untuk dilayani.

Orang orang pemerintahan yang super sibuk pagi-pagi setelah sampai di kantor bergerak ke depan komputer mengurus pekerjaan mereka, mengapa mereka tidak mengurusi di depan komputer di rumahnya semua pekerjaan tersebut.

Setelah diurus semua di rumah, lalu dikirim ke kantor lewat udara dan setelah itu mereka bisa menanam cabe dan tomat serta lain lain tanaman di halaman rumahnya. Dengan demikian orang pemerintah bisa membantu negara meningkatkan ketahanan pangan.

Orang orang pemerintah mereka lah yang paling membutuhkan mobil listrik, karena kendaraan mereka dibeli dengan uang negara. Semua kendaraan di kantor pemerintah bisa diubah dalam setahun menjadi kendaraan listrik. 

Awal awal mungkin akan kurang gesit kendaraannya, tidak segesit mobil BBM yang menyemburkan asap. Tapi kendaraan listrik ini cukup bagus untuk semua yang berani jalan pelan pelan dengan sabar. Lama lama setelah dirawat oleh bengkel pemerintah maka kendaraan listrik akan makin gesit. Mereka tidak akan memakainya terlalu sering karena semua dokumen pemerintahan bisa lalu lintas di udara.

Bahkan kantor pemerintah itu yang pertama-tama mengganti atap gedung mereka dan pekarangan alias halaman kantor pemerintah itu dengan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) di atap yang digembor-gemborkan oleh Menteri ESDM dan Menteri BUMN. 

Dengan demikian kantor pemerintah tidak perlu menanggung utang pembayaran listrik yang besar kepada PLN. Selain itu kantor pemerintah bisa berkontribusi listrik atau menjual listrik kepada PLN. Hasilnya utang subsidi pemerintah kepada PLN bisa dikurangi dengan hasil listrik PLTS.

Internet, online, itu perubahan yang besar. Manusia atau orang orang semestinya dapat mensyukuri keberadaan internet, onlen, digitalisasi ini. Manusia telah mengeluarkan sumber daya yang besar untuk menghasilnya, membangun jaringan kabel bawah tanah, membuat menara antena 5G, segala upaya telah dikerahkan untuk mengirim listrik, sinyal dan gelombang.

Mengapa setelah dihasilnya orang tidak mau menggunakan? Kalau memang semua pekerjaan bisa diaelesaikan dari rumah mengapa harus pagi-pagi menyemburkan asap kendaraan begitu banyak di jalan-jalan hingga para polisi lalu lintas harus menghirup asap sepanjang hari untuk mengatur lalu lintas. 

Tanaman tanaman pagi pagi sudah diseburkan asap kendaraan bermotor, hewan menghisap asap kendaraan bermotor. Memang kalau manusia tidak bisa bersyukur maka mau tidak mau mereka akan merusak lingkungan dan alam.

Sekarang ini Covid-19 datang. Lalu di saat yang sama digital datang. Covid-19 menyuruh manusia menjaga jarak dengan hukum. Digitalisasi menyediakan ruang untuk jaga jarak di alam semesta. Covid-19 melarang manusia berkumpul di tempat hiburan, di mall-mall. Nonton di rumah saja, belanja online saja.

Sekolah dijadikan laboratorium atau bengkel saja. Bukankah itu kesempatan bagi Presiden Jokowi dan Gubernur Anis menghentikan sama sekali polusi di Jakarta dan sekitarnya. Mudah-mudahan berhasil. Salam damai.

| Penulis adalah peneliti Asosiasi Ekonomi dan Politik Indonesia.