Pemerintah Diingatkan untuk Tidak Terus Menerus Menekan Rakyat

Presiden Joko Widodo dan Menteri Keuangan Sri Mulyani. Foto: net.
Presiden Joko Widodo dan Menteri Keuangan Sri Mulyani. Foto: net.

Pengamat ekonomi Universitas Muhammadiyah Aceh, Taufiq A Rahim, mengatakan pemerintah mengalami kepanikan. Mereka kesulitan untuk mendapatkan uang masuk. 


“Produktivitas rendah dalam kondisi ketidakstabilan makro-ekonomi, utang bertambah, dan pengeluaran negara saat ini tidak efektif dan efisien,” kata Taufiq, Senin, 14 Juni 2021.

Hal ini, kata dia, diperburuk dengan kebocoran anggaran belanja yang luar biasa besar. Cara paling mudah untuk menutupi kebutuhan itu, kata Taufiq, adalah dengan menetapkan pajak kepada rakyat. Termasuk pajak pembelian sembako.

Taufiq mengatakan belanja negara ini berbeda dengan belanja rumah tangga masyarakat. Negara membelanjakan dahulu uang untuk mendapatkan pemasukan. Sementara rakyat harus mendapatkan pemasukan dulu sebelum membelanjakan. 

Pada bulan ini, pemerintah mendapati target pendapatan yang direncanakan tahun lalu bakal meleset. Maka, mereka harus putar otak untuk menutupi kebutuhan itu. 

"Yang paling mudah dan efektif bertransaksi setiap hari adalah pajar dari sembilan bahan pokok. Pajak ini juga akan cempat mengalir ke kas negara jika dilakukan secara cepat dan efektif," kata Taufiq.

Bagi pemerintah, ini adalah hal paling mudah. Namun jelas keputusan itu sangat membebani rakyat. Selama ini, kata dia, rakyat juga dibebani pajak penjualan, pertambahan nilai dan pajak lain, termasuk terhadap pihak swasta yang berdampak pada harga jual produk yang ada di pasaran.

Memajaki rakyat menjadi hal paling mudah. Di mata pemerintah, kata Taufiq, rakyat adalah elemen terlemah dalam negara. Namun Taufiq mengingatkan bahwa rakyat tak selemah yang pemerintah pikirkan. 

“Kebijakan-kebijakan yang terus menerus membuat rakyat tertekan akan sangat berbahaya bagi stabilitas negara. Pemerintah jangan memandang sebelah mata apa yang bisa dan tidak bisa dilakukan oleh rakyat saat tertekan,” kata Taufiq.