Pemerintah Diminta Patuhi Perpres tentang Penanganan Pengungsi Rohingya

 Ratusan pengungsi Rohingya mendarat di Aceh Utara. Foto: Ist.
Ratusan pengungsi Rohingya mendarat di Aceh Utara. Foto: Ist.

Organisasi masyarakat sipil meminta pemerintah mematuhi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 125 Tahun 2016 tentang Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri. Hal ini seiring dengan penolakan masyarakat terhadap kehadiran pengungsi Rohingya di Bireuen dan Aceh Utara. 


"Kita mendesak pemerintah untuk mengimplementasikan Perpres Nomor 125 Tahun 2016 dengan membawa pengungsi Rohingya ke penampungan," kata Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Aceh, Azharul Husna di Banda Aceh, Jumat, 17 November 2023.

Menurut Husna, ketentuan hukum kebiasaan internasional menyebutkan mengenai prinsip non-refoulement. Di mana seseorang termasuk pengungsi tidak boleh dikembalikan atau ditolak di negara tempat dia mencari perlindungan.

"Bahkan, menyerukan bagi segenap masyarakat Indonesia dan pemerintah di berbagai level untuk menghormati Perpres tesebut," ujarnya.

Husna juga mendesak Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan meminta Satgas penanganan pengungsi dari luar legeri segera mengambil tindakan. Terutama berkoordinasi dengan pemerintah daerah.

"Supaya ada keputusan yang jelas," katanya. Meskipun adanya penolakan terhadap kehadiran Rohingya, Nana mengapresiasi niat baik masyarakat Bireuen dan Aceh Utara yang memberi makanan dan kebutuhan pengungsi tersebut, sebagai bentuk kemanusian.

Husna juga mendorong lembaga internasional dan lembaga kemanusiaan untuk berkoordinasi dengan pemerintah sebagai tanggung jawab bersama. "Kita juga mendorong inisiatif dan koordinasi bersama terkait upaya identifikasi dan perlindungan. kelompok-kelompok rentan di kapal termasuk kelompok orang sakit, anak-anak, perempuan hamil, korban kekerasan, disabilitas dan kelompok rentan lainnya," sebutnya.

Adapun organisasi masyarakat sipil pemerhati isu pengungsi dan pencari suaka yakni, KontraS Aceh, SUAKA, KontraS, RDI Urban Refugee Research Group (RDI-UREF) dan Yayasan Jesuit Refugee Service (JRS) Indonesia.

Kemudian, Dompet Dhuafa, Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI Nasional), Sahabat Insan,  Human Rights Working Group (HRWG) dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Banda Aceh

Serta Sandya Institute, Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH APIK) Jakarta dan Asia Justice and Rights (AJAR).