Pemerintah Kalah dengan Agen LPG

Ilustrasi. Foto: net.
Ilustrasi. Foto: net.

PROGRAM elektrifikasi itu keniscayaan, cepat atau lambat energi akan bertumpu pada listrik. Mudah murah dan akan semakin efisien di masa mendatang. Seluruh pelosok negeri telah terhubung dengan kabel listrik.

Inovasi dan tehnologi listrik terus menunjukan perkembangan hingga nirkabel, wireless. Bahkan ke depan biaya listrik juga akan semakin murah, daya listrik besar tidak lagi diperlukan dan seterusnya.

Aneh jika pemerintah mundur dari program elektrifikasi rumah tangga, peralatan rumah tangga yang serba listrik akan jadi keniscayaan di masa mendatang. Ciri-ciri ke arah itu sudah sangat jelas. Jika mau membaca tanda-tanda perubahan dengan benar.

Kompor induksi adalah konsep bauran listrik dan LPG yang positif. Menekan penggunaan LPG dan memberikan alternatif kepada masyarakat. Ke depan secara alamiah masyarakat akan bergeser ke listrik tanpa paksaan tapi menggunakan cara-cara alamiah.

Tidak ada yang bisa membendung ini, ini adalah kebutuhan yang baru ditengah keragaman sumber energi, listrik sendiri semakin berada di depan sebagai sumber energi rumah tangga.

Kompor induksi sengaja disalah pahamkan sebagai program pengalihan dari bahan bakar LPG ke listrik. Seharusnya bukan demikian cara mehamaminya. Kompor induksi bukan konversi yang dipahami sebagai menggantikan.

Tapi harusmya dipahami sebagai komplementer. Orang dapat saja sekali-kali memasak dengan kompor induksi namun pada kali yang lain memasak dengan LPG. Bukan hal yang luar biasa.

Dihentikannya program kompor induksi merupakan indikasi pemerintah takut dengan para pebisnis LPG yang sudah berjaringan sangat kuat melibatkan banyak pihak termasuk para politisi dan birokrat. Sudah seharusnya pemerintah lebih berfikir strategis, melihat perkembangan dunia.

Sementara Indonesia sendiri berhadapan dengan dua masalah di LPG yakni impor yang mencapai 80 persen kebutuhan LPG nasional dan subsidi LPG yang menembus Rp135 triliun, yang merupakan subsidi terbesar di Indonesia.

Malah aneh jika Indonesia tidak mau berubah. Mengapa harus kalah dengan para Pemilik SPBE dan para agen pedagang LPG. Masak pemerintah (baca: negara) kalah oleh banyaknya statemen yang kurang berdasar.

| Penulis adalah peneliti Asosiasi Ekonomi dan Politik Indonesia (AEPI).