Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Provinsi Aceh mendesak Pemerintah Pusat untuk segera mengesahkan Peraturan Pemerintah (PP) terkait Zakat sebagai faktor pengurang jumlah pajak penghasilan terhutang. Hal terkait PP tersebut yang telah diusulkan oleh Pemerintah Aceh beberapa waktu lalu.
- KADIN Aceh Minta Pemerintah Bijak dalam Menentukan UMP 2024
- Wamenaker Ajak Pengusaha Aceh Ciptakan SDM Handal
- Terkait Ekspor Kambing ke Arab Saudi, Ini Saran Kadin kepada Pemerintah Aceh
Baca Juga
"Persoalan Zakat pengurang pajak terhutang ini merupakan amanah dari pasal 192 Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh," ujar Ketua Kadin Aceh, Muhammad Iqbal dalam keterangan tertulis, Senin, 20 November 2023.
Menurut Iqbal, persoalan kekhususan Aceh terkait implementasi dari Pasal 192 UUPA Nomor 11 Tahun 2006 tersebut telah menjadi konsen Gubernur Aceh sejak masa Irwandi-Nazar dan para Gubernur seterusnya. Sebelumnya pada 12 April 2007, Wakil Gubernur saat itu, Muhammad Nazar atas nama Gubernur Aceh telah menyurati Direktur Jenderal Pajak Departemen Keuangan Republik Indonesia perihal perlakuan atas zakat atas pajak penghasilan di Aceh.
Kemudian, pada tanggal 15 Juli 2015, Gubernur Aceh, Zaini Abdullah menyurati Presiden terkait implementasi zakat pengurang pajak. "Dalam surat tersebut dijelaskan bahwa masyarakat Aceh selaku Muzaki (Wajib) Zakat merasa terbebani dalam membayar zakat akibat adanya pajak ganda (double tax)," ujarnya.
Selanjutnya, pada tanggal 6 Juli tahun 2021, Gubernur Aceh, Nova Iriansyah juga menyurati Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia melalui Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kemendagri. Surat tersebut terkait permintaan konsultasi dan penyampaian rancangan Peraturan Pemerintah tentang zakat sebagai faktor pengurang jumlah pajak penghasilan terhutang.
Iqbal mengatakan, berdasarkan pasal 192 dan Pasal 270 ayat (1) UUPA dan pasal 35 UU Nomor 7 Tahun tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, Pemerintah Aceh dan Baitul Mal Aceh telah menyusun Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP). RPP tersebut berisi tentang Zakat sebagai faktor pengurang jumlah pajak penghasilan terhutang.
Lebih lanjut pria yang akrab disapa Iqbal Piyeung ini menyebutkan bahwa selanjutnya pada tanggal 28 Februari 2023, Pj Gubernur Aceh, Achmad Marzuki telah menyurati Ketua Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) Republik Indonesia. Surat tersebut berisi perihal penyampaian draf Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang zakat sebagai faktor pengurang pajak terhutang dan permintaan konsultasi.
Dalam surat tersebut dijelaskan bahwa untuk mempercepat proses penetapan RPP, Pemerintah Aceh memohon bantuan Ketua BAZNAS sebagai lembaga Pemerintah Non Kementerian untuk menjadi Pemrakarsa sebagaimana diatur dalam pasal 27 UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (UU PPP). Selanjutnya, pada tanggal 11 September 2023, Achmad Marzuki kembali menyurati Kementerian Keuangan Republik Indonesia perihal permohonan menjadi Pemrakarsa atau Pemohon Izin Prakarsa atas Rancangan Peraturan Pemerintah tentang zakat pengurang pajak Penghasilan Terutang.
"Sudah 16 tahun pelaksanaan keistimewaan dan kekhususan Aceh yang tertuang dalam pasal 192 UUPA terkait zakat sebagai faktor pengurang pajak penghasilan Terutang belum dapat dilaksanakan," ujar Iqbal
Untuk itu, Iqbal berharap seluruh anggota DPR RI dan anggota DPD Aceh yang tergabung dalam Forbes untuk mendukung langkah pemerintah Aceh, agar Pemerintah Pusat dapat mengesahkan segera PP terkait Zakat sebagai faktor pengurang jumlah pajak penghasilan terhutang.
Iqbal juga menjelaskan sudah 17 tahun diberlakukan UUPA sebagai legalitas kekhususan Aceh sekaligus peneguhan akan pemerintahan mandiri (self government) bagi Aceh. Namun, hingga kini UUPA masih sebatas cek kosong bagi rakyat Aceh.
Saat ini, kata Iqbal, sejumlah aturan dalam UUPA yang seharusnya dapat dilaksanakan namun tak kunjung dapat terealisasi akibat ekses belum adanya aturan turunan sebagai petunjuk teknis pelaksanaan pasal-pasal dalam UUPA. Padahal aturan turunan tersebut sangat diperlukan bagi kepentingan rakyat Aceh.
Iqbal mengungkapkan, salah satu hal yang sangat berdampak bagi Aceh adalah persoalan zakat sebagai pengurang pajak. Persoalan hal krusial seperti ini luput dibahas. Padahal bicara kekhususan Aceh yang tertuang dalam UUPA bukan hanya persoalan bendera tapi banyak persoalan kekhususan Aceh yang luput dari perhatian Gubernur, DPRA, DPR RI dan DPD.
“Zakat sebagai pengurang pajak itu akan besar manfaatnya bagi masyarakat Aceh. Karena di Aceh selain pajak, ternyata masyarakat juga dibebani kewajiban membayar zakat sehingga selama ini masyarakat Aceh selalu double tax (pembayaran ganda) dalam menunaikan kewajiban pemasukan negara, yaitu membayar zakat dan juga pajak,” ungkapnya.
Padahal menurut Iqbal, dengan adanya PP Zakat yang telah diajukan oleh pemerintah Aceh kepada Pemerintah Pusat, negara tidak dirugikan sedikitpun. Sebab tidak ada pengurangan penerimaan negara.
“Yang terjadi hanya pergeseran pos. Pemerintah tidak akan kehilangan sumber pendapatan pajak, karena sumbernya dipindahkan, bukan dihilangkan. Sementara disisi lain masyarakat Aceh akan terbebas dari beban ganda untuk membayar pajak dan juga zakat,” pungkas Iqbal.
- Tanpa Dihadiri DPR Aceh, ARD Gelar Diskusi Pembahasan R-APBA 2024
- Inspektur Aceh Hadiri Launching Desa Antikorupsi 2023 di Penajam Paser Utara
- Pemerintah Aceh Bahas Persiapan Pemilu 2024 dengan DPR RI