Pendidikan Biodiversitas dan Hari Pendidikan Nasional


SETIAP tanggal 2 Mei kembali diperingati Hari Pendidikan Nasional. Dan untuk tahun ini, peringatan itu masih terasa berbeda, baik cara memperingatinya maupun momentumnya. Cara memperingatinya itu masih sama seperti tahun lalu, disemarakan dengan perayaan secara digital. Sementara momentumnya pun masih sama pula dengan tahun lalu, yakni di tengah adanya tragedi besar umat manusia, yakni pandemi Covid-19.

Semangat peringatan Hari Pendidikan Nasional itu adalah pendidikan bagi semua rakyat Indonesia (education for everyone). Pendidikan itu ditujukan untuk memerdekakan rakyat Indonesia dari penjajahan dan meningkatkan kesejahteraannya. Dan penjajahan itu sesungguhnya berupa penguasaan kekayaan alam negeri ini.

Berawal dari penguasaan kekayaan alam yang berupa kekayaan alam hayati hingga berujung yang berupa kekayaan alam non hayati. Meningkatkan kesejahteraan rakyat adalah bagaimana pemanfaatan sumberdaya alam hayati dan non hayati untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Dan peringatan Hari Pendidikan Nasional dengan momentum adanya pandemi Covid-19 ini menyadarkan kita akan pentingnya Pendidikan Biodiversitas (keanekaragaman hayati). Pandemi Covid-19 terjadi di saat tingkat kerusakan biodiversitas yang parah.

Biodiversitas dan Pandemi Covid-19

Lantas adakah hubungan antara terjadinya pandemi Covid-19 yang melanda di seluruh dunia dengan tingkat kerusakan biodiversitas? Inilah sebuah perenungan yang kemudian bisa diamati selanjutnya untuk didapatkan penjelasannya.

Yang jelas berdasarkan laporan Secretariat of The Convention on Biological Diversity (2020) pada lima dekade terakhir ini, bumi telah kehilangan 60 persen biodiversitasnya dari gunung (Mountain) hingga samudra (Ocean). Ditambah pula dengan kerusakan non hayati berupa peningkatan suhu bumi secara global sebesar 0,9 derajat Celcius pada dekade ini.

Dan penyebab utama kehilangan biodiversitas (Biodiversity Loss) itu terdapat lima faktor, yakni perubahan daratan dan laut, polusi, over eksploitasi spesies, perubahan iklim, dan invansi spesies dan penyakit (The Living Planet Report WWF, 2020). Jika ditelaah penyebab utama kehilangan biodiversitas itu sebagai akibat ulah manusia.

Dan ulah manusia itu sesungguhnya berasal dari hasrat primordial penjajahan - seperti yang telah disebutkan sebelumnya - yakni penguasaan kekayaan alam yang didalamnya terdapat kekayaan hayati. Dengan demikian Pendidikan Biodiversitas menjadi penting untuk memberikan pencerahan kepada umat manusia.

Pencerahan itu bahwa biodiversitas menjadi alasan kenapa manusia melakukan penjajahan sekaligus kemudian merusaknya. Hal ini yang memungkinkan mengakibatkan kerusakan lainnya di muka bumi ini termasuk pandemi Covid-19.

Pandemi Covid-19 bisa jadi merupakan mekanisme alam atas adanya kerusakan biodiversitas itu menuju keseimbangan alam baru. Pandemi Covid-19 pun mengingatkan manusia dengan terhentinya sementara berbuat ulah.

Jadi Pendidikan Biodiversitas ini merupakan cara pandang (weltanschauung) baru yang meletakkan manusia pada derajat yang tinggi. Manusia mengharmonisasikan alam demi keberlangsungan kehidupan manusia itu sendiri dan kelestarian seluruh kehidupan di muka bumi.

Membangun dan Implementasi Model Pengelolaan SAVE Biodiversity

Karena itu, guna mengembangkan Pendidikan Biodiversitas perlu membangun dan mengimplementasikan model pengelolaan SAVE Biodiversity.

Model pengelolaan SAVE Biodiversity merupakan satu model gerakan untuk menyelamatkan siklus interaksi antara lingkungan biotik (hayati) dan abiotik (non hayati) yang memiliki hubungan timbal-balik secara fungsional. Model ini mempertimbangkan pada pola hubungan biotik dan abiotik dengan berbagai dinamika yang mempengaruhi pelestarian biodiversitas tropika.  

Model Save Biodiversity ini memiliki Basis Data berbasis spatial dan digital. Model ini telah diintegrasikan dengan pengumpulan plasma nutfah berbagai jenis buah-buahan tropika sebagai upaya untuk tetap mempertahankan bibit unggul. Berbagai contoh bibit buah unggul seperti jeruk, pisang, kelapa, dan nangka telah dibuat dalam pilot site.

Pada tahapan monitoring dan evaluasi (monev) telah dikembangkan sistem tagging setiap jenis pohon atau tanaman yang ditanam di kebun contoh. Bahkan sistem monev juga mengintegrasikan beberapa parameter penting seperti suhu, pH, dan N.

Monev dilalukan dengan menerapkan sistem spatial dan digital yang terkoneksi langsung ke aplikasi yang dapat diakses melalui internet. Sistem aplikasi ini tidak saja dapat digunakan untuk SAVE Biodiversity, tetapi juga dapat diaplikasikan dalam pengembangan FOOD Estate yang sedang digencarkan oleh Presiden RI.

Aplikasi model SAVE Biodiversity juga mempertimbangkan faktor iklim sehingga dapat diperkirakan kapan jenis tanaman akan berbuah. Model ini ke depan dapat diterapkan juga untuk melihat berbagai siklus perkembangbiakan biota di wilayah tropika dengan modifikasi sesuai karakteristik biota yang perlu diselamatkan.

Dengan adanya model SAVE Biodiversity ini bersama momentum Hari Pendidikan Nasional tahun ini semoga bisa mengingatkan semua pihak akan pentingnya Pendidikan Biodiversitas. Dan Pendidikan Biodiversitas ini penting bagi semua warga negara. 

Direktur SEAMEO Biotrop (Southeast Asian Regional Centre for Tropical Biology) Periode 2021-2023, Bogor.