Penegak Hukum Dinilai Lemah Mengusut Kasus Korupsi di Aceh

Alfian. Foto: Irfan Habibi/RMOL Aceh.
Alfian. Foto: Irfan Habibi/RMOL Aceh.

Koordinator Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA), Alfian, menilai aparat penegak hukum (APH) tak berdaya dan lemah dalam mengusut kasus korupsi di Aceh. Apalagi yang melibatkan politisi, birokrasi, hingga pemodal besar. 


"Padahal itu sudah sangat nyata pidana korupsinya terjadi, tapi lagi-lagi negara kalah. Ini mungkin menjadi catatan penting bagi kami saat ini," kata Alfian kepada Kantor Berita RMOLAceh, Senin, 27 Juni 2022.

Alfiyan menyebutkan, trend korupsi pada tahun 2021 dan semester satu yang sudah di monitoring dengan status sudah tersangka, rata-rata menonjolnya kasus korupsi dana desa.

Di samping itu, pihaknya juga melihat bahwa bukan berarti tidak terjadi korupsi di level anggaran provinsi atau anggaran di kabupaten/kota, malah itu lebih masif lagi.

"Makanya, seharusnya APH ini menjadi skala prioritas. Artinya kasus-kasus yang sangat besar dalam arti nilai kerugian negara yang besar," ujar dia.

Akibat perbuatan tersebut dapat menyebabkan dampak sosialnya yang besar. Mestinya orang-orang yang terlibat, merekalah yang seharusnya bertanggungjawab untuk memastikan kesejahteraan rakyat.

"Jadi kalau misalnya dibilang pemberantasan dan menindak kasus korupsi ini tidak semudah membalikkan telapak tangan, saya pikir itu adalah keliru," sebutnya.

Dia mengatakan, penyidik punya kewenangan penuh selama masyarakat punya keinginan untuk membangun proses penegakan hukum yang berkeadilan di Aceh, maka hal ini tentu tidak akan menjadi kendala.

"Yang kami lihat kasus yang banyak dilidik saat ini adalah dana desa. Jadi kesannya bahwa penyidik sudah melakukan penindakan kasus korupsi tapi itu level desa," ujar Alfiyan.

Dia menjelaskan, persoalan kasus-kasus korupsi di level provinsi dan level Kabupaten/kota dengan sumber anggaran dari APBA dan APBK itu juga sebenarnya sangat masif terjadi. Namun malah tidak muncul kasusnya yang ditindak. 

Dia mengatakan, kasus dugaan korupsi dana desa yang kini tengah ditangani Pengadilan Tipikor ada tiga kasus, yakni dari Kota Lhokseumawe, Kabupaten Aceh Utara, dan Aceh Tamiang dan terakhir dari Aceh Barat.

"Jadi yang lebih menonjol yakni kasus-kasus dana desa yang diproses, tapi bagaimana dengan proses-proses kasus yang terjadi di anggaran APBK dan APBA," kata Alfiya.