Peneliti: Keberagaman di Aceh dalam Kondisi Memperihatinkan

Peneliti Keberagaman Teuku Muhammad Jafar Sulaiman (kiri) saat memberikan materi pada seminar bertajuk "Urgensi Persoalan Pendirian Rumah Ibadah di Aceh Singkil Melalui Dialog Lintas Agama". Foto: Helena Sari/RMOLAceh.
Peneliti Keberagaman Teuku Muhammad Jafar Sulaiman (kiri) saat memberikan materi pada seminar bertajuk "Urgensi Persoalan Pendirian Rumah Ibadah di Aceh Singkil Melalui Dialog Lintas Agama". Foto: Helena Sari/RMOLAceh.

Peneliti Keberagaman Teuku Muhammad Jafar Sulaiman menilai keberagaman di Aceh dalam kondisi memperihatinkan. Hal tersebut terutama terlihat dari adanya sejumlah persoalan warga negara yang dijamin melalui Undang-undang, namun tidak terpenuhi.


"Misalnya seperti penyediaan rumah ibadah di Aceh Singkil," kata Teuku Muhammad Jafar Sulaiman pada seminar bertajuk "Urgensi Persoalan Pendirian Rumah Ibadah di Aceh Singkil Melalui Dialog Lintas Agama" di salah satu cafe di Banda Aceh, Jumat, 26 Mei 2023.

Jafar berpendapat bahwa siapapun harus menjadi bagian mendukung, bermusyawarah dan berdialog untuk mencapai kesepakatan terkait persoalan pendirian rumah ibadah di Aceh Singkil.

"Di Kabupaten Aceh Singkil perlu ada tim independen dan mampu meneruskan kerja-kerja yang selama ini dilakukan," ujar Jafar.

Menurut Jafar, selama ini Pemerintah Aceh dan Kabupaten dan kota selama ini sudah berupaya dan berusaha semaksimal mungkin untuk menyelesaikan sejumlah permasalahan keberagaman agama. Namun hal tersebut semua belum membuahkan hasil.

"Untuk menuntaskan permasalahan yang selama ini terjadi, maka sangat diperlukan kelompok independen seperti tokoh-tokoh tertentu dengan reputasi nasional dan internasional," ujar Jafar.

Selain itu kata Jafar, dibutuhkan kelompok yang mempunyai track record bagus dari pihak beragama Islam, namun keberadaannya bisa diterima oleh berbagai pihak. Adapun pihak tersebut yaitu FKUB selaku lembaga yang mempunyai wewenang dalam menyelesaikan persoalan tersebut.

"Pemerintah harus mendukung tim independen, baik tokoh akademisi agama yang mempunyai reputasi teruji dalam menyelesaikan berbagai persoalan kekisruhan konflik umat beragama di indonesia," ujarnya. 

Agar Aceh terbebas dari konflik keberagaman diperlukan sejumlah solusi, misalnya Pemerintah dan masyarakat harus berbenah. 

"Ada sesuatu yg harus dibenahi dan diperbaiki terkait dengan hal itu. Saya fikir sesuatu yang bagus jika daerah mampu keluar dari label tertentu, seperti kota intoleran menjadi kota toleran, ini ebenarnya positif sekali," ujar dia. 

Selain itu pemerintah juga harus memperbanyak sejumlah ruang antar keberagaman bagi pemuda, perempuan dan anak serta ada ruang pertemuan keberagaman. Pemerintah juga harus mempertimbangkan dampak disharmonisasi yang terjadi sebagai relasi antar warga.

"Kebijakan itu harus berpihak pada hak warga negara dari pada berpihak kepada kelompok tertentu dan faktor tertentu," ujarnya.

Selain menghadirkan Teuku Muhammad Jafar Sulaiman, dalam seminar yang digagas oleh Kontras Aceh ini juga menghadirkan para pemateri dari lintas profesi seperti Pemantau penyelidikan Komnas Hak Asasi Manusia (HAM) perwakilan Aceh Eka Azmiyadi, Kepala Bagian Badan Hukum dan Dokumentasi dan Informasi Hukum (JDIH) Biro Hukum Setda Aceh, Sulaiman dan Ketua Forum Kerukunan Umat Bergama (FKUB) Aceh, Muhammad Hamid Zein. Seminar juga diikuti sejumlah peserta dari berbagai lintas agama seperti Islam, Kristen dan Katolik.