Pengamat Nilai Komitmen Pengembangan Pariwisata Aceh Rendah

Fadhli Ali. Foto: Irfan Habibi.
Fadhli Ali. Foto: Irfan Habibi.

Pengamat ekonomi barat-selatan Aceh, Fadhli Ali, mengatakan selain sektor pertanian, perkebunan dan perikanan sebagai sektor ekonomi. Barat-selatan Aceh juga sangat berpotensial untuk dijadikan pariwisata dalam menunjang ekonomi.


“Meski sangat potensial, selama ini pariwisata Barsela masih jauh dari kata maju. Masih sangat jauh tertinggal dikaitkan dengan ketersediaan infrastruktur dan aksesibilitas,” kata Fadhli kepada Kantor Berita RMOLAceh, Senin, 15 Februari 2021.  

Menurut Fadhli, Pemerintah Aceh cenderung berkutat pada objek wisata yang sudah lebih dikenal. Misalnya, Sabang dan Banda Aceh. Walaupun demikian, wisata tersebut budaya dan sejarah tidak digarap dengan baik. 

Menurut Fadhli, tidak ada pertunjukan budaya ketika wisatawan asing berkunjung ke Aceh. Karena itu, pekerja seni di Aceh sulit untuk mendapatkan penghasilan. Pemerintah Aceh, kata Fadhli, kurang perhatian dan kepedulian terhadap seni dan budaya di Aceh. 

“Pengembangan adat, kebudayaan Aceh itu hanya sebatas kata-kata saja. Komitmen pemerintah rendah, seadanya saja,” kata Fadhli. 

Menurut Fadhli, Aceh Jaya, Simeuleu, Aceh Selatan dan Aceh Singkil memiliki potensi pariwisata yang luar biasa. Para wisatawan dapat menikmati wisata bahari dan wisata alam pegunungan sekaligus. Namun, selama ini pemerintah bukan hanya kurang memperhatikan dari sisi sarana pendukung. Begitu juga dalam promosi minim. 

“Hampir tidak ada promosi pariwisata kawasan Barsela dari pemerintah provinsi,” kata Fadhli. 

Beberapa waktu lalu, masyarakat Aceh Singkil sangat antusias mendengar kabar akan ada investasi UEA di Pulau Banyak. Namun, kabar gembira tersebut hanya sementara dan berubah menjadi mimpi buruk. 

Pasalnya, tiba-tiba muncul kabar bahwa invesatasi UEA di Pulau Banyak dibatalkan karena minim infrastruktur penyangga. Menurut Fadhli, ada banyak hal yang menjanggal dilakukan pemandu pariwisata. Seharusnya, calon investor tersebut bisa saja melewati Bandara Kualanamu, Sumatera Utara, agar lebih dekat. 

Faktanya, pemandu pariwisata melewati jalur darat dari Banda Aceh ke Aceh Singkil menghabiskan waktu lebih kurang 14 jam. Padahal, secara efektif bisa melalui Medan ke Aceh Singkil, hanya menghabiskan waktu lima jam. 

“Pemilik gagasan itu seperti tidak mampu membaca psikologi orang kaya yang perlu efektif, efisien, aman, menyenangkan, dan uang tidak masalah. saya jadi berpikir apakah pemilik gagasan itu sekelas dengan para pemandu turis asing di Sabang atau di Danau Toba,” kata Fadli. 

Fadhli menilai Pemerintah Aceh dalam mendampingi dan meyakinkan calon investor terkesan amatiran. Bahkan, kata Fadhli, dalam hal tersebut Pemerintah Aceh acuh tak acuh dalam memperjuangkan masuknya investasi di daerah-daerah itu. 

“Kan lucu, karena dalih keterbatasan infrastruktur, kelelahan dan sakit perut, menjadi alasan untuk membatalkan investasi Aceh Singkil,” kata Fadhli. Fadhli mengatakan calon investor yang hadir di Pulau Banyak tersebut pasti akan membangun infrastruktur pendukung demi investasi. 

Menurut Fadhli, jika investor menarik dengan lokasi yang akan di investasi, maka infrastruktur tersebut tidak menjadi persoalan yang mendasar. Karena, mereka bisa membangun infrastruktur yang dibutuhkan untuk mendukung kelancaran investasi.