Pengamat Pertanyakan Peran DPR Aceh untuk Menjamin Pilkada 2022

Bendera partai politik di Aceh menjelang pemilihan umum. Foto: ist.
Bendera partai politik di Aceh menjelang pemilihan umum. Foto: ist.

Peneliti politik dan agama Universitas Islam Negeri Ar-Raniry, Zulfata, mengatakan Dewan Perwakilan Rakyat Aceh harus menjadi pihak terdepan yang mempertahankan pelaksanaan Pilkada 2022. Hal itu sesuai dengan Qanun Aceh Nomor 12 Tahun 2016. 


"Hal ini amanah dari Undang-Undang Pemerintah Aceh Nomor 11 Tahun 2006," kata Zulfata Kepada Kantor Berita RMOLAceh, Senin, 1 Februari 2021. 

Menurut Zulfata, dukungan itu senantiasa dapat mempengaruhi kekuatan DPRA yang selama ini cenderung asyik bersandiwara dengan rakyat Aceh.

Zulfata mengatakan semua lembaga kemasyarakatan harus mampu mengawal kinerja DPR Aceh agar Undang-Undang Pemerintah Aceh tidak dijadikan sebagai barang jualan politik DPR Aceh terhadap pemerintah pusat. 

Menurut Zulfata, hal tersebut menjadi penting karena saat ini belum ada satu kinerja DPR Aceh yang patut diapresiasi dalam hal keteladan politik untuk Aceh. Justru, kata dia, sandiwara pemakzulan yang berujung pelantikan gubernur usai bagi-bagi “kue”. 

Menurut Zulfata, UUPA memiliki akar sejarah perjuangan yang patut dirawat dan dijaga martabatnya. Sehingga Aceh tidak mudah menjadi pengekor bagi perkembangan iklim politik nasional yang saat ini dominan oligarki. 

"Semangat seperti ini tentunya bukan berati Aceh menentang pemerintah pusat, melainkan upaya itu adalah bagian kontrol dari Aceh untuk keadaban demokrasi Pancasila," kata Zulfata. 

Dengan tetap mengacu pada Qanun Aceh Nomor 12 Tahun 2016, kata Zulfata, bukan berarti Pemerintah Aceh tidak tunduk aturan pemerintah pusat. Hal itu, karena Aceh adalah daerah khusus yang semestinya harus diindahkah. 

Melalui Aceh, kata Zulfata, Indonesia seharusnya belajar menghargai perbedaan, termasuk perbedaan politik karena kekhususan Aceh.