Penganiaya Tahanan di Polres Bener Meriah Divonis Lima Tahun Bui

Sidang kasus penganiaan tahanan di Bener Meriah. Foto: ist.
Sidang kasus penganiaan tahanan di Bener Meriah. Foto: ist.

Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Simpang Tiga Redelong, Bener Meriah, Aceh memvonis masing-masing lima tahun penjara untuk tiga oknum anggota polisi Polres Bener Meriah, kemarin. Mereka terbukti bersalah.


Sidang itu dipimpin ketua majelis hakim, Ahmad Nur Hidayat, didampingi Fadilah Usman, dan Riki Fadillah, dengan agenda putusan kasus penganiayaan tahanan hingga tewas tersebut dihadiri tiga terdakwa. Yakni Hari Yanwar, Chandra Rasiska dan Dedi Susanto.

Juru bicara PN Simpang Tiga Redelong, Bener Meriah, Riki Fadillah, mengatakan hasil musyawarah majelis hakim berdasarkan fakta persidangan terbukti secara sah para terdakwa telah melakukan penganiayaan. Sehingga menyebabkan kematian terhadap korban Saifullah.

"Sehingga majelis hakim menjatuhkan hukuman lima tahun penjara untuk para terdakwa," ujar Riki Fadillah. “Hal itu sebagaimana diatur pasal 351 ayat 3 KUHP.”

Terkait tuntutan restitusi atau ganti rugi yang diajukan keluarga korban, majelis hakim berpendapat restitusi sesuai Peraturan Mahkamah Agung (MA) yaitu Perma Nomor 1 tahun 2022, yang diajukan oleh keluarga korban tidak dikabulkan.

"Tadi sudah diputuskan terkait restitusi ini tidak dikabulkan atau dikesampingkan. Mengapa tidak dikabulkan, karena pengajuannya tidak sesuai mekanisme sebagaimana yang telah ditentukan" ujar Riki.

Sementara Kuasa hukum keluarga korban, Armia SB dan Zul Fahmi bersama istri korban (saksi pelapor), Nilawati mengaku tidak puas dengan vonis tersebut. Karenanya ada beberapa pertimbangan hukum dan amar putusan yang menjadi catatan bagi pihaknya.

"Yang pertama tadi dinyatakan faktor meringankan karena telah mengabdi sebagai anggota kepolisian. Menurut kami ini tidak sesuai, karena seharusnya dengan status para terdakwa sebagai anggota kepolisian maka harus dihukum lebih berat,” ujar Armia. “Dan itu ada aturannya seperti diatur dalam Pasal 52 KUHP.”

Selain itu, pertimbangan hukum berikutnya yang dipersoalkan yakni terkait penerapan pasal penganiayaan biasa, bukan penganiayaan berat dalam kasus ini.

Selanjutnya, kata Armia, pertimbangan hukum terkait tuntutan restitusi. Hakim dalam pertimbangannya menolak tuntutan restitusi hanya karena persoalan teknis pengajuan tuntutan ganti rugi itu. Menurut dia, hal itu jelas-jelas tindakan para terdakwa ini menimbulkan kerugian yang luar biasa bagi keluarga korban

Armia menyebutkan, atas pertimbangan hukum dan amar putusan majelis hakim ini, pihaknya akan menyampaikan permohonan kepada JPU Kejari Bener Meriah untuk segera mengajukan banding.

Demikian juga terkait status anggota kepolisian para terdakwa, Armia berharap ketegasan pimpinan baik Kapolda Aceh maupun Kapolri. Karenanya dia menilai vonis hakim lima tahun ini secara mekanisme sudah bisa dilakukan Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH).

Sebelumnya, oknum anggota polisi dituntut enam tahun penjara karena diduga menganiaya tahanan, Saifullah, di Bener Meriah. Tuntutan itu dibacakan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Bener Meriah, Selasa lalu.

Oknum yang dituntut enam tahun penjara itu ada tiga orang. Yaitu, Yanwar, Chandra Rasiska, dan Dedi Susanto.

Kuasa hukum keluarga korban, Armia SB, menilai tuntutan itu sangat ringan bagi pelaku penganiayaan. Seharusnya, kata dia, hukuman yang diberikan jauh lebih berat.

“Yaitu hukuman penjara selama tujuh tahun sebagaimana ancaman hukuman maksimal yang diatur dalam Pasal 351 Ayat (3) KUHP,” kata Armia, dalam keterangan tertulis, Kamis, 18 Agustus 2022.

Armia meminta majelis jangan segan menghukum pelaku tersebut dengan hukum berat. Sebab pelaku merupakan anggota dari kepolisian.

“Walaupun tuntutan jaksa penuntut umum enam tahun, hakim dapat menjatuhkan hukuman yang lebih berat," kata Armia. "Mengingat para terdakwa adalah penegak hukum, maka hukumannya dapat ditambah sepertiga."

Permintaan tuntutan berat terhadap para pelaku, kata Armia, bukan tanpa alasan. Pertama, untuk memenuhi rasa keadilan bagi keluarga korban. Korban jiwa merupakan kerugian yang sangat mendasar dan tidak mungkin dapat dipulihkan. Kedua, kata dia, sebagai bentuk pembelajaran supaya kejadian serupa tidak terulang kembali.