Pengurus Partai Politik Lokal Jangan Preh Boh Ara Hanyout

Ilustrasi. Dok.
Ilustrasi. Dok.

Pengamat politik Universitas Muhammadiyah Aceh, Taufiq A Rahim, mempertanyakan sikap pengurus partai politik lokal di Aceh di tengah polemik pemilihan kepala daerah. Taufiq mengatakan mereka tidak seharusnya berdiam diri. 


“Sikap yang ditunjukkan partai-partai lokal Aceh yang tidak beraksi atas polemik pilkada ini aneh. Mereka diam saja. Persis pepatah Aceh lama, ‘preih boh ara hanyout’,” kata Taufiq kepada Kantor Berita RMOLAceh, Senin, 1 Februari 2021. 

Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak masih menjadi polemik. Dalam Undang-Undang Pemerintah Aceh, Pilkada Aceh harusnya dilaksanakan pada 2022. Namun tanpa revisi UU Pemilu, yang ditolak oleh pusat, pilkada akan digelar serentak pada 2024. 

Padahal, kata Taufiq, banyak kepala daerah yang akan mengakhiri masa jabatan pada 2022. Saat ini, kata Taufiq, masyarakat Aceh menunggu kepastian terkait pelaksanaan pilkada, apakah digelar sesuai UUPA atau UU Pemilu. 

Taufiq mengatakan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) dari partai lokal seharusnya bekerja untuk memastikan aturan yang diberlakukan khusus di Aceh dapa dilaksanakan. Apalagi keberadaan mereka, kata Taufiq, merupakan buah dari Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA).

Taufiq mengingatkan bahwa Pilkada Aceh semestinya mengacu kepada UUPA dan Qanun Aceh Nomor 12 Tahun 2016. Sesuai aturan-aturan itu, Pilkada Aceh harus dilaksanakan pada 2022. "Tanggung jawab Anda sebagai anggota DPR Aceh dari partai lokal yang menikmati kekhususan Aceh, hari ini, dipertaruhkan," kata Taufiq.

Taufiq juga mengatakan bahwa wakil rakyat Aceh menikmati fasilitas, gaji, uang dan tunjangan serta hak sebagai anggota dewan atau legislatif dan sebagai elite politik Aceh, dari uang rakyat serta pajak/retribusi rakyat Aceh. Saat ini, kata dia, rakyat Aceh berharap anggota dewan mewujudkan keinginan mereka berpolitik sesuai ciri, karakter serta ketentuan aturan kekhususan Aceh. 

Taufiq mengatakan anggota DPR Aceh dari partai lokal harus menunjukkan nyali dan argumentasi serta berjuang demi menjalankan kekhususan Aceh. Sehingga, kata Taufiq, mereka tidak mudah tenggelam dengan permainan oligarki politik sentralistik yang saat ini dipertontonkan oleh pemerintah pusat. 

"Kalau hanya diam, sebaiknya mundur saja. Jangan mau jadi anggota dewan tapi bertingkah konyol saat berhadapan dengan kebijakan pemerintah pusat. Ini sama saja menunjukkan bahwa politikus partai lokal di Aceh tidak punya kemampuan dan kompetensi selaku wakil rakyat,” kata Taufiq.