Penjual Tiram Bertahan di Tengah Pandemi

Abdul Wahab menunggu pembeli kerang, tiram dan kepiting. Foto: Irfan Habibi.
Abdul Wahab menunggu pembeli kerang, tiram dan kepiting. Foto: Irfan Habibi.

DANGAU berdinding dan beralaskan kayu berjejeran sepanjang jalan menuju Jembatan Krueng Cut, Kecamatan Baitussalam, Aceh Besar. Hembusan angin ikut menerpa sejumlah penjual tiram di bawah lapak beratap plastik transparan.

“Piyoh-piyoh, (Singgah).” Abdul Wahab, seorang penjual tiram, memanggil pelintas untuk membeli dagangannya.  

Setelah setahun pandemi berlalu, penjual tiram di kawasan tersebut masih bertahan di daerah itu. Kini, pandemi Covid-19 sudah setahun dilalui. Namun, tak menyurutkan mereka untuk berjualan di sana. Padahal, dalam sehari, mereka hanya bisa mendapatkan uang, paling banyak Rp 50 ribu. 

Jumlah ini jauh dari pendapatan yang bisa mereka peroleh sebelum pandemi. Sebelum pandemi, dalam sehari, omzet penjualan Abdul Wahab bisa mencapai Rp 300 ribu. 

“50 ribu itu bukan keuntungan. Padahal modalnya saja lebih dari itu,” kata Abdul Wahab kepada Kantor Berita RMOLAceh, Rabu, 10 Maret 2021. 

Kerang, tiram dan kepiting yang dijual Abdul Wahab adalah hasil tangkapan pencari tiram di kawasan itu. Ketika ada air sungai surut, kata dia, kadang-kadang dia juga ikut untuk mencari tiram. Biasanya, pencari tiram dilakukan ketika matahari condong ke arah barat. 

Tiram dijual Rp 25 ribu hingga Rp 50 ribu perkilogram. Sedangkan harga setumpuk kepiting, dengan berat mencapai satu kilogram, dijual Rp 100 ribu.  

Saat pandemi, kata Wahab, ekonomi sangat tidak stabil. “Ketika sebelum pandemi saja, cukup untuk makan. Kini, ya begitulah,” kata Wahab.

Abdul Wahab berharap perekonomian kembali pulih. Sehingga masyarakat punya uang lebih. Wahab tak yakin dapat bertahan lebih lama jika kondisi perekonomian tidak berubah.