Penunjukan Miswar Fuadi sebagai Sekjen PNA Bukan Hasil Rekonsiliasi

Logo PNA. Foto: ist.
Logo PNA. Foto: ist.

Klaim Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Nanggroe Aceh (PNA), Nurdin Ramli, dibantah Abrar Muda, Sekretaris Komisi Pengawas Partai. Abrar mengatakan pernyataan Nurdin tidak menggambarkan hal yang terjadi di PNA.


“Kembalinya Miswar Fuadi sebagai sekjen PNA bukanlah rekonsiliasi. Hal itu hanyalah pemenuhan terhadap administrasi PNA dalam pemenuhan jalannya partai terutama untuk pelantikan enam Pimpinan DPRK seluruh Aceh,”kata Abrar dalam keterangan tertulis, Senin, 22 Maret 2021. 

Arbra mengatakan hal itu digagas sejak konflik internal berkecamuk. Saat itu, kata Abrar, sejumlah pengurus sependapat untuk tidak mengorbankan partai politik meski terjadi konflik. Namun, kata Abrar, Miswar menolak menandatangani surat pengajuan pimpinan DPRK yang ditandatangani Irwandi dan memaksa untuk menggelar kongres luar biasa. 

Abrar mengatakan KLB dilaksanakan atas perintah Majelis Tinggi Partai (MTP), yakni Miswar Fuadi (Sekjen), Muksalmina (Ketua Dewan Penasehat) dan Sunarko (Ketua Dewan Pengawas). Majelis tinggi juga menonaktifkan Irwandi Yusuf dari jabatan sebagai Ketua Umum PNA karena dianggap telah melakukan pelanggaran terhadap AD/ART dan tidak dapat menjalankan roda kepengurusan partai karena sedang menjalani proses hukum. 

Atas perintah MTP, kata Abrar, DPP  sukses menggelar KLB dan memilih Samsul Bahri alias Tiyong secara aklamasi sebagai ketua umum yang baru. Dengan demikian, secara konstitusional, Irwandi Yusuf dan kepengurusan lama dianggap demisioner. 

“Dan hasil KLB didaftarkan ke Kanwilkumham Aceh. Saat ini masih dalam status sedang dalam proses,” kata Abrar.

Ketika KLB sukses digelar, konsolidasi dan rekonsiliasi partai wajib dilakukan di bawah kedaulatan yang telah dimandatkan oleh hasil kongres luar biasa. Dalam hal ini, kata Abrar, Miswar Fuadi tidak dalam kapasitas penentu. Rekonsiliasi adalah kewenangan Irwandi Yusuf dan Samsul Bahri. 

Rekonsiliasi Irwandi dan Miswar Fuadi hanyalah kesepakatan biasa secara internal untuk menggulirkan roda kepemimpinan administrasi partai. Dan kesepakatan itu, kata Abrar, tidak membatalkan hasil KLB. Yang utama saat itu, kata Abra, adalah menyelamatkan jatah enam pimpinan DPRK. 

“Dengan demikian, apapun yg disampaikan oleh Nurdin Ramli, bahkan dengan berbagai surat-menyurat MTP, hanyalah kesalahan-kesalahan yang terus dilakukan. Dan itu merupakan tindakan dan pernyataan sesat yang menyesatkan,” kata Abrar.

Abrar juga mengingatkan semua pihak bahwa hasil KLB tidak dapat dibatalkan. Dia meminta semua tindakan pembodohan terhadap kader dan masyarakat untuk dihentikan. Abrar mendorong agar semua pihak mundur selangkah demi masa depan partai. 

“Hilangkan sentiment-sentimen dan konflik di PNA unutk menyelamatkan partai,” kata Abrar. “Pat ujeun yang hana pirang, pat prang yang hana reuda.”