Perencanaan Lemah, Dana Desa Rentan Jadi Bancakan

Alfian. Foto: ist.
Alfian. Foto: ist.

Koordinator Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA), Alfian, mengatakan titik awal korupsi dalam pengelolaan dana desa terjadi pada tingkat perencanaan. Bahkan dia menilai secara keseluruhan, proses perencanaan menjadi titik terlemah yang memungkinkan terjadinya korupsi. 


“Kami menemukan, misalnya, pembangunannya fiktif. Sementara uangnya ditarik,” kata Alfian, Kamis, 14 Oktober 2021. 

Sedangkan dari sisi pelaksanaan, kata Alfian, banyak pembangunan di desa, menggunakan dana desa, dikerjakan tidak sesuai dengan spesifikasi. Kasus lain, kata Alfian, adalah pemotongan anggaran. 

Kondisi ini diperburuk dengan kelemahan pemerintah kabupaten atau kota untuk membantu pemerintah desa memperkuat tata kelola. Bahkan, kata Alfian, pemerintah daerah ikut menggerogoti anggaran dengan modus menggelar pelatihan bimbingan teknis untuk aparatur desa. 

Para pejabat di kabupaten dan kota, kata Alfian, memaksakan program bimbingan teknis ini bahkan di tengah pandemi Covid-19. Kondisi ini terjadi sejak 2015 hingga 2021. Yang tidak masuk akal, kata Alfian, dalam lima atau enam tahun, penguatan kapasitas yang dilakukan pemerintah kabupaten dan kota tidak tuntas.

Alfian mengatakan modus menggelar bimbingan teknis adalah cara paling mudah untuk mengambilnya dana desa. Mereka yang menikmati uang desa ini adalah pejabat di daerah, rekanan penyelenggara bimbingan teknis hingga aparatur desa. 

Padahal, kata Alfian, seharusnya bupati atau wali kota memastikan dana desa digunakan sebaik-baiknya. Ketimbang terus menerus menggunakan dana desa untuk bimbingan teknis, kepala daerah harus mengarahkan agar dana desa digunakan untuk pembangunan infrastruktur ekonomi dan pemberdayaan ekonomi masyarakat desa.

Alfian juga mendesak agar wali kota dan bupati serta anggota dewan perwakilan rakyat kabuptan/kota memastikan pembangunan yang dibiayai dana desa dikerjakan sebaik-baiknya. Pemantauan ini dapat dilakukan lewat pengawasan langsung atau evaluasi.

Alfian menilai desa-desa di luar Aceh lebih maksimal dalam menggunakan dana desa sebagai instrumen untuk mendorong pengembangan potensi ekonomi di desa. Sementara di Aceh, dana desa masih dianggap sebagai hak yang berpotensi menimbulkan tindak pidana korupsi.

Laporan Fauzan