Perlindungan HAM Dinilai Tak Banyak Berubah

Foto: Ist
Foto: Ist

Jurusan Hukum dan Masyarakat Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala (USK) bekerjasama dengan Pusat Riset HAM USK meluncurkan buku Saifuddin Bantasyam berjudul “Advokasi HAM: Refleksi Lintas Benua” di Aula Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala, Jumat, 10 Desember 2021.


Di samping itu, kegiatan tersebut juga dirangkaikan dengan peringatan hari HAM internasional, hari ini.

Azriana, seorang peserta mengatakan bahwa kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu di Aceh sebenarnya sudah dilaporkan ke Komnas HAM. kenyataannya kasus-kasus tersebut belum juga mampu diselesaikan hingga sekarang.

"Penulis menyampaikan harapan dalam buku itu, agar berbagai kasus pelanggaran HAM diusut. Itu disampaikannya pada tahun 2002,” kata Azriana. 

Beberapa peserta yang hadir mengatakan bahwa melalui buku tersebut masyarakat menjadi tahu bahwa perjuangan menegakkan HAM itu bukan hanya sukar di Indonesia, melainkan juga dibeberapa negara lain di Asia, Afrika, dan Amerika Selatan. Karena itu, langkah-langkah untuk melakukan advokasi oleh para aktivis HAM dan juga akademisi, harus terus dilakukan secara konsisten.

"Hal ini untuk memastikan bahwa yang namanya HAM itu bukan datang dari langit begitu saja, melainkan harus diperjuangkan," kata Khairani Arifin.

Buku yang diterbitkan oleh Pale Media Prima itu berisikan langkah-langkah advokasi HAM dalam bidang hak perempuan, hak anak, hak atas pendidikan, hak atas kesehatan, dan hak adat yang ditulis oleh para aktivis HAM dari Nigeria, Kenya, Kamboja, Filipina, Peru, Sierra Lione, dan Kenya.

Mereka adalah peserta 'International Human Rights Advocate Training Program' di Columbia University, New York, Amerika Serikat, di mana Saifuddin Bantasyam adalah salah satu peserta program yang berlangsung selama enam bulan tersebut pada tahun 2002.

Dalam buku ini, di samping menerjemahkan dan mengedit seluruh tulisan itu, Saifuddin juga menulis refleksinya sendiri saat bekerja sebagai Direktur Eksekutif Forum Peduli HAM, yang antara lain melakukan investigasi kasus-kasus yang diduga pelanggaran HAM pada operasi militer atau masa konflik sekaligus juga melakukan advokasi kepada para korban dan keluarga.

Bertindak sebagai pembedah adalah Yarmen Dinamika dan Ihan Nurdin dan Wiramadinata serta Khairani Arifin dari unsur akademisi. Sedangkan peserta yang berjumlah 25 orang berasal dari berbagai latar profesi di Banda Aceh.