Pimpinan KPK: Biaya Jadi Calon Bupati Capai Rp 30 Miliar

Wakil ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Alexander Marwata. Foto: Net.
Wakil ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Alexander Marwata. Foto: Net.

Wakil ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Alexander Marwata, menyebutkan biaya untuk menjadi calon bupati/walikota mencapai Rp 20 hingga 30 miliar. Sumber dananya berasal dari sponsor, yaitu pelaku usaha di daerah masing-masing.


Data tersebut didasarkan pada survei bersama Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Dengan kata lain, biaya politik di Indonesia sangat mahal.

"Kemendagri dan juga KPK mengonfirmasi, calon kepala daerah tingkat II (Bupati/Walikota) itu paling tidak harus mengalokasikan dana Rp 20 hingga 30 miliar, belum tentu menang. Ini hanya untuk mencalonkan supaya terpilih sebagai calon, belum tentu menang," kata Alex seperti diberitakan Kantor Berita Politik RMOL, Rabu, 22 Juni 2022.

Sementara jika ingin memenangkan pertarungan di tingkat Bupati/Walikota kata Alex, membutuhkan dana sebesar Rp 50 hingga 75 miliar. "Mungkin hal yang sama juga terjadi pada anggota legislatif, mungkin gak sebesar itu. Dan betul bahwa biaya itu tidak dikeluarkan dari kantong sendiri. 80 persen mereka mendapatkan sponsor, utamanya dari pelaku usaha di daerah tersebut," kata Alex.

Selain itu, kata Alex, KPK juga melakukan survei terhadap para sponsor dan pendonor dana pencalonan kepala daerah. Hasilnya, para sponsor juga berharap timbal balik ketika calon yang didukung memenangkan pertarungan.

"Mereka berharap juga ketika calon yang didukung itu menang, paling tidak nanti kalau ikut lelang tender proyek di daerah itu dimenangkan. Atau paling tidak kalau daerahnya itu kaya sumber daya alam, perizinan itu juga dipermudah. Itu survei kami, jadi tidak gratis," ujar dia.

Data itu, kata dia, sesuai dengan data penindakan yang dilakukan KPK sejak KPK berdiri pada 2003 hingga saat ini. Di mana, lebih dari 300 anggota parlemen, 20 gubernur, 140 bupati/walikota, 30 menteri dan banyak lagi tokoh-tokoh politik yang menjadi tersangka di KPK.

"Ini kan jumlah yang luar biasa. Dan ya kami kadang-kadang merasa, mereka yang bermasalah dengan KPK itu merasa hanya apes. Karena apa? Yang lain sebetulnya juga sama saja Pak Alex, hanya mereka mungkin lebih rapih dalam melakukan atau belum ketahuan. Yang lebih paham bapak-bapak," sebut Alex.