Pokir DPR Aceh Tidak Seharusnya Berbentuk Anggaran

Rahmad. Foto: Ist.
Rahmad. Foto: Ist.

Pusat Analisa Kajian dan Advokasi Aceh (PUSAKA), Bidang Analisa Kajian, Rahmad Ramadhan, meminta pemerintah harus transparan terkait alasan dilakukannya pembatalan terkait anggaran pokok pikiran di Dewan Perwakilan Rakyat Aceh sebesar Rp 2,7 triliun.


"Karena mengingat publik berhak mengetahui dan mendapatkan akses dokumen rincian 16,7 T APBA tersebut," kata Rahmad Ramadhan, dalam keterangan tertulisnya, Senin, 11 Januari 2020. Permintaan ini, kata Rahmad, sesuai dengan amanat yang ada dalam  Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang pengelolaan uang daerah.

Beberapa waktu lalu, Rancangan Qanun (raqan) Anggaran Pendapatan Belanja Aceh (APBA) tahun anggaran 2021 mendapat evaluasi dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Dalam surat itu, mendagri melarang penggunaan dana Pokok Pikiran (pokir) Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) sebesar 2,7 T atau 16,24 persen dari total anggaran APBA 2021.

"Sampai saat ini pemerintah Aceh sama sekali belum merinci secara jelas kehadapan publik dokumen tersebut melalui situs PPID maupun situs BPKA," kata Rahmad.

Rahmad mengatakan dalam pagu APBA sebesar Rp 16,7 triliun itu terdapat alokasi dana pokok pikiran anggota DPR A sebesar Rp 2,7 T yang ditolak oleh Mendagri. Seharusnya, kata dia, ada perinciaan uang yang ditolak pemerintah pusat itu kepada publik.

"Esensi utamnya publik berhak tahu, jangan sampai terjadi simpang siur informasi dari kedua lembaga tersebut." kata Rahmad.

Saat Rahmad, banyak informasi yang kurang terarah dari beberapa anggota DPR Aceh terkait isi program dalam Pokir yang dibatalkan tersebut. Usulan pokir dari DPR Aceh hanya Rp 1,283 triliun. Artinya ada sisa untuk Rp 1.417 triliun yang tidak jelas juntrungnya. 

Rahmad juga mengatakan bahwa pokok pikiran DPR Aceh itu seharusnya tidak berbentuk usulan anggaran. Pokok pikiran DPR Aceh, kata dia, adalah dengan memberikan masukan terhadap permasalahan-permasalahan yang ada dan dituangkan dalam proses perencanaan anggaran.

DPR Aceh, kata Rahmad, harus memastikan setiap usulan dari daerah pemilihan mereka terakomodir dalam APBA. Selanjutnya, kata Rahmad, DPR Aceh melakukan pengawasan terhadap program yang dijalankan eksekutif. 

Jika hal seperti iti telah di tolak oleh Kemendagri, kata Rahmad, ada komunikasi yang tidak tepat antara kedua belah pihak. Bahkan, kata dia, di antara kedua pihak ada yang jalan sendiri-sendiri.