Polda Aceh Diminta Tinjau Ulang Kebijakan Tes Antigen Perjalanan Antarkota

Ilustrasi: Prosehat.
Ilustrasi: Prosehat.

Koordinator Masyarakat Pengawal Otsus (MPO) Aceh, Syakya Meirizal, menilai kebijakan kewajiban membawa hasil tes antigen bagi masyarakat yang melakukan perjalanan antarkabupaten/kota pada 3 sampai 17 Mei menimbulkan kontroversi dan dikhawatirkan resistensi dari masyarakat.


"Kebijakan itu telah menimbulkan kontroversi di tengah publik," kata Syakya dalam keterangan tertulis, Ahad, 2 Mei 2021.

Menurut Syakya, untuk menghentikan kontroversi dan berbagai spekulasi di tengah masyarakat, Polda Aceh agar dapat meninjau ulang kebijakan tersebut. 

Walaupun demikian, kata Syakya, tentu saja menghargai setiap ikhtiar Polda Aceh dalam upaya pencegahan penyebaran Covid-19 di Aceh. Namun, kebijakan dadakan tanpa sosialisasi tersebut dikhawatirkan akan menimbulkan perlawanan dari masyarakat. 

"Apalagi ada pernyataan dari Kepala Dinas Kesehatan Aceh bahwa belum ada keputusan dari Pemerintah Aceh terkait kebijakan tersebut. Ini menunjukkan bahwa kebijakan diambil tanpa melalui sebuah kajian dan koordinasi antarinstansi," kata Syakya.

Selain itu, kata Syakya, kebijakan tes antigen itu juga akan sangat membebani masyarakat. Karena kondisi perekonomian masyarakat yang belum stabil akibat dampak pandemi. 

Jika dibayangkan, kata dia, dalam satu keluarga ada lima orang yang akan melakukan perjalanan, berapa biaya yang harus mereka keluarkan untuk menjalani tes antigen tersebut. 

"Karena itu kami menyarankan agar perlu dilaksanakan rapat koordinasi terpadu antara Polda Aceh dan Pemerintah Aceh bersama stakeholder strategis lainnya untuk merumuskan formulasi kebijakan penanggulangan Covid-19 yang terukur selama masa libur lebaran," kata Syakya. 

Menurut Syakya, kebijakan yang diambil tentu harus memperhitungkan berbagai aspek secara menyeluruh dan berbagai dampak yang ditimbulkannya. Jika memang kewajiban tes antigen tetap dijalankan setelah melakukan tinjaun, kata dia, MPO meminta agar biaya tes tersebut sepenuhnya ditanggung oleh Pemerintah Aceh. 

Syakya mengaakan Pemerintah Aceh bisa mengambil anggaran dari pos Belanja Tidak Terduga yang nilainya mencapai Rp 300 miliar lebih. Sehingga tidak membebani masyarakat. 

"Pemerintah Aceh tidak boleh buang badan atas persoalan ini. Satgas Covid-19 juga kerjanya jangan hanya sekadar mengumumkan jumlah kasus," kata Syakya.