Politik Indonesia Dikendalikan Oligarki

KLB Partai Demokrat yang melibatkan KSP, Moeldoko. Foto: Rmol.
KLB Partai Demokrat yang melibatkan KSP, Moeldoko. Foto: Rmol.

Pengamat Politik dari Universitas Muhammadiyah Aceh, Taufiq A Rahim, mengatakan secara demokratis sistem politik di Indonesia dalam praktiknya seringkali berubah, bercampur aduk. Politik, kata dia, kerap dikendalikan oleh oligarki politik kekuasaan dari penguasa politik negara.


Menurut Taufiq, secara literatur serta nornatif politik, seringkali para akademisi dan pakar terkecoh, karena antara evolusi dan perkembangan empirik analisis ilmu politik yang berlaku di tempat serta negara lain, bisa berubah lain dan tidak berlaku di negara nusantara ini.

Anomali demokrasi politik dengan sistem kepartaian di Indonesia sejak merdeka, biasanya partai atau kelompok kekuasaan akan berusaha melakukan intervensi politik bagi partai politik yang beroposisi dengan pemerintah.

"Meskipun istilah oposisi politik secara terbuka dan transparan tidak berlaku resmi di negara ini," kata Taufiq A Rahim kepada Kantor Berita RMOLAceh, Selasa, 9 Maret 2021.

Taufiq mengatakan usaha memecah dan menggabungkan, atau serta merebut kepemimpinan partai politik, juga membubarkan partai politik, berlangsung sejak Orde Lama, Orde Baru. Praktik ini terus dilakukan pada Orde Reformasi.

Bahkan, kata Taufik, praktik ini terjadi dengan mendapatkan restu dari kekuasaan meski tidak terang-terangan. Seperti yang dialami oleh Partai Demokrat versi Kongres 2020 di Jakarta.

"Ada peran pendiri yang diabaikan serta kader yang sudah menunggu sebagai pemimpin partai tidak mendapat peluang memimpin partai. Sehingga menimbulkan perlawan internal partai. Orde Lama terhadap Partai Musylimin Indonesia (Parmusi/Masyumi)," ungkapnya.

Akademisi Unmuha ini menuturkan Orde Baru jumlah partai dengan cara melakukan fusi menjadi 3 partai yakni Golongan Karya meski bukan partai, Partai Persatuan Pembangunan, dan Partai Demokrasi Indonesia-Suryadi diintervensi lahir menjadi PDI Perjuangan/PDIP, juga di Medan kemudian dipimpin Megawati.

"Terakhir berlaku bagi PPP, Partai Kebangkitan Bangsa, juga Partai Golkar dan Partai Amanat Nasional, dan seterusnya dari lain partai politik," ujarnya.

Menurut Taufiq, setiap zaman dan era kekuasaan politik di negara sedang belajar berdemokrasi ini sering dan jamak berlaku intervensi dan usaha merebut kekuasaan partai dengan cara tidak menghargai etika politik dapat berlaku masif.

Demikian juga, Partai Demokrat versi Kongres Luar Biasa (KLB) Deli Serdang-Sumatera Utara berusaha sekuat mungkin dengan restu penguasa dan kekuasaan politik, agar dapat memperoleh kesempatan dan peluang untuk dapat meminpin Partai Demokrat dengan mengacu kepada Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART) tahun 2005 sebagai dasar pendirian awal. 

"Karena itu, tontonan yang jamak ini juga sering diperlihatkan terhadap partai politik di Indonesia sebelumnya, jika beroposisi secara politik, maka intervensi dan perpecahan partai akan mengacamnya," kata Taufik.

Taufiq mengatakan kisruh Partai Demokrat akan terus berlanjut hingga Pemilihan Umum 2024. Secara etika, kata Taufiq, konstitusi dan normatif politik bisa saja dilanggar dengan restu kekuasaan politik yang ingin mencengkeram setiap orang dan partai politik yang beroposisi dengan kekuasaan. Hal Ini dapat berlaku kepada siapapun juga partai politik lainnya. 

"Hari ini dan terakhir ini kepada Partai Demokrat, ini tontonan politik dari para aktor politik, antara beretika dan tidak beretika itu urusan mereka, dramatisasi politik ini sedang dimainkan," kata Taufik.