Presiden Yang Mengajarkan Kebencian

Ilustrasi: detikcom
Ilustrasi: detikcom

HANYA ada satu kata untuk menggambarkan sosok Joko Widodo, Presiden Indonesia: luar biasa. Sebagai bagian dari strategi mengembangkan pasar tradisional, dia meminta Kementerian Dalam Negeri menggaungkan untuk membenci produk-produk luar negeri.

Tidak tanggung-tanggung, pernyataan ini disampaikan Jokowi di Istana Negara saat membuka rapat kerja nasional Kementerian Perdagangan. Dia meminta pusat perbelanjaan memberikan ruang bagi produk-produk buatan Indonesia, khususnya produk UMKM. Lokasi-lokasi strategis di pusat perbelanjaan pun harus diisi oleh merek produk-produk lokal.

Jokowi terus saja memberikan kejutan-kejutan bagi bangsa ini. Beberapa hari lalu, dia mencabut lampiran aturan tentang investasi minuman beralkohol yang diterbitkannya sendiri lewat sebuah peraturan presiden menyusul pengesahan omnibus law Undang-Undang Cipta Kerja. 

Entah siapa yang menjadi pembisik Jokowi. Yang jelas, cara ini sangat tidak lazim dalam pergaulan internasional. Dan lebih tak lazim lagi mencerna ucapan Jokowi dengan melihat fakta yang ada di sekitar kita. 

Jokowi seperti tidak memperhatikan perasaan orang-orang di sekitar yang datang dengan kendaraan-kendaraan produk luar negeri. Mengenakan pakaian bermerek luar negeri. Bahkan mikropon atau yang digunakan oleh Jokowi saat menyampaikan anjuran untuk membenci produk luar negeri adalah produk luar negeri. 

Wajar-wajar saja jika kepala negara menyarankan masyarakat untuk mencintai produk dalam negeri. namun masalahnya, negara ini masih sangat bergantung pada impor. Mulai dari kendaraan hingga kacang kedelai. Apakah ini artinya masyarakat tidak boleh lagi naik mobil atau makan tempe.

Dari sisi etika, hal ini tentu akan menyinggung perasaan negara-negara sahabat. Menganjurkan rakyat untuk membenci produk luar negeri jeas bukan cara berdiplomasi yang cerdas. Bahkan cenderung bar-bar. Dan yang lebih parah lagi, seruan ini malah mengajarkan masyarakat untuk membenci sesuatu yang tidak dia pahami. Dan Jokowi saat itu tengah menyampaikan ujaran kebencian.

Yang lebih miris lagi, pernyataan Jokowi itu malah membuat rakyat semakin tidak berdaya dalam menentukan nilai-nilai yang seharusnya ditempuh dalam kehidupan sosial dan bernegara. Membuat masyarakat kehilangan arah dan mengajarkan orang untuk membenci. 

Alhasil, rakyat akan menganggap wajar sikap bermusuhan satu sama lain. Menganggap normal sikap mengumbar kebencian. Mereka akan menganggap menghancurkan itu adalah praktik yang lazim. Karena di negara ini, sudah jadi kebiasaan, “titip uang, kurang; titip cakap, lebih." Alahmak. 

| Penulis adalah wartawan.