Produksi Kopi Arabika Gayo di Dalam Negeri Mencapai 40 Persen

Seorang warga sedang memetik kopi Arabika Gayo. Foto: net
Seorang warga sedang memetik kopi Arabika Gayo. Foto: net

Asisten Perekonomian dan Pembangunan Sekda Aceh, Mawardi, meyebutkan total produksi kopi Arabika Gayo di dalam negeri mencapai 40 persen. Pemerintah Aceh terus berupaya menigkatkan kualitas dan produksi kopi Arabika Gayo.


“Keberhasilan Aceh mengembangkan kopi Arabika identik dengan keberhasilan rakyat dalam mengoptimalkan sumber daya alam di daerahnya,” kata Mawardi, saat membahas peluang kerjasama antara Pemerintah Aceh dengan SCOPI – ITFC terkait ekspor kopi arabika Gayo, kemarin.

Mawardi menjelaskan, Pemerintah Aceh selama ini terus berupaya untuk meningkatkan produktivitas Kopi Arabika Gayo melalui berbagai program seperti pelatihan bagi petani kopi, rehabilitasi, pengembangan dan peremajaan kopi Arabika Gayo serta bantuan alat pasca panen menunjang produksi kopi.

Mawardi berharap pemerintah pusat, kalangan pengusaha dan para pihak terkait ikut mendukung petani kopi dalam meningkatkan produktivitas. Kopi Arabika Gayo, kata dia, dikembangkan pada tiga kabupaten. Yaitu, kabupaten Aceh Tengah, Bener Meriah, dan Gayo Lues.

Kini, kata dia, luas areal perkebunan kopi Arabika Gayo mencapai 103.495 hektar. Dengan total produksi 66.548 ton, dengan melibatkan petani sejumlah 80.003 KK.

Menurut Mawardi, untuk meningkatkan produksi kopi Arabika Gayo perlu penerapan GAP (Good Agriculture Practice). Tujuannya, kata dia, untuk peningkatan mutu. Termasuk keamanan konsumsi, meningkatkan efisiensi produksi, meningkatkan efisiensi penggunaan sumber daya alam serta mempertahankan kesuburan lahan dan kelestarian lingkungan.

Oleh karenanya, kata Mawardi, perlu disosialisasikan cara budidaya kopi yang baik. Hal itu dapat meningkatkan produktivitas petani yang berkelanjutan.

Mawardi menjelaskan keberlanjutan sistem produksi kopi meliputi empat dimensi. Pertama, dimensi lingkungan fisik. Yaitu prinsip keberlanjutan lingkungan meliputi tanah, air dan sumber daya genetik flora dan fauna dengan pengelolaan lahan yang berkelanjutan.

Kedua, dimensi ekonomi. Yaitu petani sebagai salah satu pelaku utama dapat memperoleh pendapatan yang memadai untuk memenuhi kebutuhannya, pedagang memperoleh keuntungan yang layak untuk hidup sehari-hari, dan eksportir mendapatkan keuntungan yang memadai untuk menjalankan bisnisnya.

Ketiga, dimensi sosial. Yaitu keberlanjutan usaha produksi kopi sangat ditentukan oleh faktor sosial antara lain tingkat penerimaan para pelaku aktivitas produksi kopi terhadap suatu masukan ataupun teknologi tertentu.

Keempat, dimensi Kesehatan. Yaitu saat ini kesadaran terhadap kesehatan terus meningkat diantaranya berupa peningkatan kebutuhan bahan pangan dan bahan penyegar yang aman dari logam berat, residu pestisida maupun jamur dan toksin.

Di samping itu, Mawardi mengatakan Pemerintah Aceh mendukung rencana pembangunan pelabuhan darat (Dry Port) yang diprakarsai oleh Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah bersama dengan Kementerian Perhubungan. Tujuan dibangunnya dry port tersebut untuk meningkatkan pendapatan asli daerah, serta menjaga keaslian dan kualitas kopi gayo yang akan diekspor.


Berita Sebelumnya

Pinjol