Pungut Uang Rp 500 Juta untuk Calon Ketua, KPK Diminta Periksa Kadin Aceh

Alfian. Foto: net.
Alfian. Foto: net.

Koordinator Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA), Alfian, menilai persyaratan pendaftaran senilai Rp 500 juta sebagai calon ketua Kamar Dagang Industri Aceh bertentangan dengan upaya pemberantasan korupsi. Persyaratan ini adalah pengulangan pada pemilihan ketua Kadin Aceh periode sebelumnya. 


Saat itu, Kadin Aceh mensyaratkan calon ketua menyetorkan uang Rp 1 miliar dalam Musyawarah Provinsi VI Kadin Aceh. Pemilihan itu dimenangkan oleh Makmur Budiman dalam sidang yang dipimpin oleh Muntasir Hamid.

Seharusnya, kata Alfian, praktik seperti ini tidak lagi dilakukan karena Kadin Aceh harus menyeleksi kandidat secara terbuka tanpa dibebani aturan yang memberatkan. Apalagi, kata Alfian, Kadin merupakan salah satu kelompok yang mengikat kerja sama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi untuk membangun organisasi yang bersih sebagai upaya mendorong pertumbuhan ekonomi yang sehat. 

"Kadin Aceh juga jadi bagian dari proses pembinaan pendampingan terhadap dunia usaha tanpa korupsi," kata Alfian kepada Kantor Berita RMOLAceh, Senin 9 Mei 2022. 

Menurut Alfian, syarat tersebut sengaja dibuat untuk memuluskan langkah orang-oranb yang mempunyai modal besar sebagai Ketua Kadin Aceh. Alfian mengatakan persyaratan itu membatasi hak semua anggota Kadin untuk menjadi ketua. 

Alfian mengajak masyarakat untuk menyoroti persyaratan pendaftaran yang berlebihan itu. Apalagi  Kadin merupakan salah satu mitra pemerintah daerah yang bernotabene mengelola dana pemerintah. 

Persyaratan uang Rp 500 juta itu, kata Alfian, merupakan kebijakan buruk yang menyebabkan kompetisi dan regenerasi di Kadin Aceh berjalan timpang. Padahal, Kadin seharusnya mencari kader yang potensial untuk menjalan roda organisasi sesuai dengan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga organisasi. 

Alfian juga mengatakan persyaratan pendaftaran yang ditetapkan oleh panitia musyawarah mirip seperti praktik yang dilakukan di dunia politik saat seseorang mencalonkan diri sebagai calon legislatif atau calon kepala daerah. Si kandidat, kata Alfian, dipaksa menyetorkan uang untuk menggunakan perahu partai politik. 

“Itu jelas-jelas tindakan money politic. Saat si kandidat menang, dia akan melakukan cara apapun untuk mengembalikan modal yang sudah dia habiskan untuk maju pada pemilihan,” kata Alfian. 

Alfian juga meminta KPK menindaklanjuti proses pemilihan ini agar tidak terulang di daerah lain. Pungutan uang itu, kata Alfian, berpotensi membuat iklim usaha di daerah menjadi tidak sehat.