Raqan Legalisasi Ganja Medis Masuk Prolegda Prioritas 2023

Ruang rapat paripurna DPR Aceh. Foto: RMOLAceh.
Ruang rapat paripurna DPR Aceh. Foto: RMOLAceh.

Ketua Komisi V Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), M Rizal Falevi Kirani, menyebutkan bahwa Rancangan Qanun (Raqan) Legalisasi Ganja Medis sudah diusulkan masuk skala prioritas dalam program legislasi daerah (Prolegda) 2023 mendatang.


"Di Prolegda 2023 salah satu qanun yang menjadi prioritas khususnya adalah Qanun Legalitas Ganja Medis," kata Falevi Kirani kepada Kantor Berita RMOLAceh, Selasa, 4 Oktober 2022.

Dia mengatakan, qanun tersebut sudah diusulkan menjadi inisiatif Komisi V DPR Aceh. Bahkan juga sudah diajukan judulnya, tanda tangan ketua komisi hingga rapat dengan Badan Legislasi (Banleg).

Falevi menjelaskan, meski legalisasi ganja medis sudah dilarang oleh Badan Narkotika Nasional (BNN) diperkuat lagi dengan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK), DPR Aceh tak bergeming dan tetap merujuk pada Peraturan Menteri Kesehatan (PMK).

"Kita tetap berpedoman pada PMK Nomor 16 Tahun 2022, sambil menunggu revisi UU Narkotika yang lagi dipersiapkan oleh teman-teman DPR RI," katanya.

Bekas aktivis mahasiswa ini menyampaikan, dalam hijayat ganja yang ditulis oleh mendiang Profesor Musri Musman, ditemukan banyak kandungan dalam ganja yang bisa menyembuhkan penyakit, bahkan bisa mengobati 60 jenis penyakit.

"Banyak sekali kandungan yang bisa mengobati 60 jenis penyakit. Artinya terlepas kekurangan ganja tersebut, kita mengambil inikan untuk medis bukan untuk konsumsi lain-lain," ujar dia.

Negara, kata dia, wajib hadir bagaimana mengatur secara detail ihwal legalisasi ganja medis yang khusus diperuntukkan untuk medis bukan untuk hal-hal lain. Selain itu ganja medis juga bisa menjadi pendapatan dana alokasi umum (DAU) untuk nasional.

"Inikan bisa diekspor karena kualitas ganja Aceh itu nomor satu di dunia, seperti yang ditulis oleh Profesor Musri," katanya.

Oleh sebab itu, dia mengajak universitas-universitas yang memiliki kredibilitas dan kepakaran terhadap ganja medis untuk melakukan riset, sehingga hasilnya bisa menjadi acuan bagi para pihak di Indonesia.

"Saya pikir teman-teman DPR RI juga harus hadiri disitu untuk mengawal dan membuka ruang riset itu bagaimana membuat Undang-Undang itukan lebih elastis," kata Falevi.