Refly Harun Ingatkan Telegram Kapolri Tak Bisa Jadi Dasar Hukum

Refly Harun. Foto: RMOL.
Refly Harun. Foto: RMOL.

Refly Harun dihadirkan oleh terdakwa Habib Rizieq sebagai saksi ahli dalam kasus tes swab Rumah Sakit Ummi Bogor. Dalam kesaksiannya, Refly sempat menyinggung soal telegram yang dikeluarkan Jenderal Idham Azis saat menjabat Kapolri terkait pasal 216 ayat 1 KUHP tidak dapat dijadikan penerapan suatu pasal.


"Kalau kita bicara hierarki peraturan perundang-undangan telegram tidak masuk di dalam peraturan perundang-undangan yang ada menurut Undang-undang yang ada. UU 12/2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan," kata Refly di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, seperti dikutip dari Kantor Berita Politik RMOL, Rabu, 19 Mei 2021.

Refly mengatakan telegram itu hanya berlaku untuk jajaran Polri dan tidak berlaku bagi masyarakat umum sehingga tidak dapat dijadikan acuan dalam penerapan pasal suatu perkara yakni pasal 216 ayat 1 KUHP yang disangkakan JPU kepada dua terdakwa tes swab RS UMMI Bogor, Muhammad Hanif  Alatas dan dr Andi Tatat.

"Menurut saya itu tidak bisa dianggap sebuah peraturan yang mengingat secara umum. Kalau itu mengikat secara internal maka itu adalah urusan dari kepolisian, tapi untuk masyarakat luas tidak bisa dilakukan melalui telegram," kata Refli.

Sebagai informasi dalam kasus tes Swab RS UMMI Bogor, HRS, Muhammad Hanif Alatas dan dr Andi Tatat menjadi terdakwa karena diduga menyebarkan berita bohong terkait kondisi HRS saat menjalani perawatan.

Mereka menyatakan saat itu HRS dalam kondisi sehat saat dirawat di RS UMMI Bogor pada November 2020 dan menutupi hasil pemeriksaan swab PCR karena menurut mereka hasilnya belum keluar sehingga belum dapat dipastikan HRS terkonfirmasi positif Covid-19.