Film dokumenter tentang Suku Mentawai berjudul "Return to the Lost Eden" yang disutradarai sineas dokumenter Italia, Adriano Zecca mendapatkan penghargaan “Gunung Everest” dari Nepal International Film Festival (NIFF) baru-baru ini.
- Peneliti Denmark Gunakan AI untuk Prediksi Tahapan Kehidupan Seseorang
- Israel Ancam Gagalkan Upaya Elon Musk Pasang Internet di Jalur Gaza
- Ioniq 5, Hanya Butuh 18 Menit untuk Isi Baterai
Baca Juga
Seperti dikutip dari Kantor Berita Politik RMOL, Adriano Zecca dan putranya, Eloy Zecca yang berkolaborasi dengan ayahnya sebagai kameramen dalam proyek dokumenter ini, mengaku bangga dengan penghargaan tersebut.
Dalam pengumuman diberitakan pada situs resmi NIFF, dewan juri memberikan apresiasi yang tinggi atas film tersebut.
Penyelenggara fetival ini menyebut film ini sangat diwarnai semangat etnografi sejati. Kekuatan pembuat film dari luar diakui dan tampilan orientalistik dianggap usang, bersama keluarganya, Adriano Zecca mengunjungi kembali Mentawai.
Reuni mereka di Pulau Siberut, membawa penonton mengikuti napak tilas melintasi waktu dan ingatan, kerinduan dan cinta yang menghubungkan kemungkinannya kembali kepada kenangan dan komunikasi lintas jarak, bahasa, budaya, dan warna kulit.
'Return to the Lost Eden”' seperti nama film ini, adalah pesan terhadap nilai-nilai kemanusiaan yang dengan cepat menjadi langka di dunia yang kian mengglobal ini".
Dewan juri juga mengatakan bahwa ini adalah film dengan tempo yang indah serta membangkitkan rasa yang kuat dimana orang-orangan sawah berhasil menyampaikan argumen mengharukan yang mendukung kesetaraan pendidikan anak.
"Dengan sentuhan ringan dan fokus halus pada realitas sehari-hari yang berkisar seputar ketidakamanan ekonomi, mata pencaharian, perampasan, pengucilan, marginalitas, dan gender," kata dewan juri yang diketuai oleh Profesor Fowzia Fathima, seorang sinematografer, pembuat film dokumenter dari India dan melibatkan Raj Bhai Suwal, sutradara fotografer dari Nepal.
Di sisi lain, Zecca mengakui bahwa ini adalah proyek dokumentasi panjang dalam rentang waktu 50 tahun.
Dia pertama kali mengunjungi Siberut pada tahun 1969 dan kembali bersama keluarganya pada tahun 2019. Selain di ajang NIFF 2021, film ini juga terpilih dalam Festival Film Independen Dimensi ke-4 di Bali, Indonesia.
- Aktivitas Pelayaran Diminta Waspadai Gelombang Tinggi
- Pengamat Teknologi: Dokumen Elektronik, Selain Aman dan Efisien Juga Sah di Mata Hukum
- Terjun dari Ketinggian 10.725, Sriwijaya Nahas Kemungkinan Tersedot Downdraft