Ketua Badan Legislasi (Banleg) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Aceh, Mawardi, menilai masih banyak pasal-pasal di dalam Undang-undang Pemerintah Aceh (UUPA) tak sesuai dengan amanat Memorandum of Understanding (MoU) Helsinki. Pihaknya akan merevisi pasal tersebut.
- Sejumlah Mahasiwa dan Pemuda Tolak Revisi UUPA
- Bekas Pangdam IM Sebut UUPA Tak Perlu Direvisi
- Tidak Ada Permintaan Pemekaran Provinsi Aceh dalam Draft Revisi UUPA
Baca Juga
"Tentu itu yang akan kita sisirkan pasal mana saja yang belum konsisten di dalamnya (MoU Helsinki)," kata Mawardi kepada Kantor Berita RMOLAceh, Selasa, 14 Maret 2023.
Misalnya, kata Mawardi, tentang perintah MoU Helsinki yang tidak ada disebutkan di dalam UUPA. Seperti pembentukan tim independen untuk mengaudit hasil kekayaan alam Aceh yang dieksploitasi dan eksplorasi.
Mawardi menyebutkan, di dalam UUPA tidak ada perintah tentang penyediaan lahan pekerjaan yang layak bagi bekas kombatan Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Hal ini berbeda dengan turunan Peraturan Pemerintah (PP).
"Contohnya tentang pembatasan 12 mill dan 200 mill laut. Itu juga menjadi sebuah multitafsir antara Aceh dan Jakarta,” kata dia. “Karena di MoU Helsinki juga tidak disebutkan ada batasan-batasan.”
Jika mengacu kepada UUPA , kata Mawardi, sangat tegas bahwa Aceh akan melaksanakan pemerintahan dalam semua sektor publik. Kecuali yang menjadi kewenangan mutlak, selebihnya menjadi kewenangan Aceh.
Namun, Mawardi sangat menyayangkan adanya pasal klausula di UUPA. Sebab kewenangan pemerintah pusat dan Pemerintah Aceh tidak bisa dikombinasi.
Pasal klausula itu, kata dia, salah satunya tentang setiap kebijakan yang berlaku bersifat nasional, maupun pembentukan undang-undang yang merupakan kebijakan Aceh secara nasional.
"Tentu ini harus mendapat konsolidasi dan persetujuan DPR Aceh dan persetujuan Gubernur Aceh,” sebut dia.
Menurut dia, hal itu tidak ditegaskan dalam UUPA. Untuk itu, kata dia, perlu dipertimbang dan dibuat konsolidasi. “Ini juga menjadi pasal yang sangat sakral,” ujar dia.
Sayangnya, kata dia, hingga kini pembagian hasil alam 70 banding 30 persen masih belum dilaksanakan. Dengan kata lain, pemerintah pusat tidak memberi kepastian kepada Aceh.
Begitu juga dalam sistem pengelolaan minyak dan gas (Migas) Aceh, menurut Mawardi, masih multitafsir secara kontek UUPA. Sehingga UUPA banyak kelemahan ketika dihadapkan dengan persoalan nasional.
"Misalnya tentang pengelolaan keuangan Aceh dan pemberian izin terhadap eksplorasi tambangan," sebut Mawardi.
- Bekas Anggota DPR Aceh Didakwa Korupsi Beasiswa Rp 3,5 Miliar
- Komisi V DPRA Kritik Rencana Pergeseran Masa Tanam Petani Aceh Besar Demi PON
- DPR Aceh: APBA 2024 Jangan Hanya Masalah Bagi-bagi Kue