Rumusan Skema Pencegahan Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak Harus Dibentuk di Tingkat Desa

Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Banda Aceh, Syahrul. Foto: RMOLAceh.
Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Banda Aceh, Syahrul. Foto: RMOLAceh.

Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Banda Aceh, Syahrul, menilai Pemerintah Aceh melalui lembaga terkait harus merumuskan skema pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan anak di tingkat desa. Sehingga anak-anak dan perempuan di Aceh tak lagi mengalami kekerasan.


“Misalnya, membangun perlindungan para perangkat desa, ini belum terjadi,” kata Syahrul kepada Kantor Berita RMOLAceh, Sabtu, 17 Desember 2022.

Menurut Syahrul, pencegahan paling efektif ialah di lingkungan korban, seperti desa atau gampong. Karena itu, perangkat desa harus dibekali ilmu tentang pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan anak.

"Buat training (latihan) untuk di tingkat desa," kata dia. “Dengan begitu, angka kekerasan terhadap perempuan dan anak menjadi berkurang.”

Syahrul menilai, Pemerintah Aceh dan lembaga terkait tidak serius mengambil kebijakan atau aturan yang dibentuk. Sehingga kasus ini makin marak terjadi, dari tahun ke tahun.

“Artinya, pemerintah seperti pemadam kebakaran. Kalau ada kasus ya tangani,  bukan membuat konsep pencegahan," ujar dia 

Oleh karena itu, kata Syahrul, pelatihan pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan anak jangan hanya diberikan ke penegak hukum. Akan tetapi, juga diberikan bagi perangkat desa.

"Kita lihat penggunaan anggaran lebih banyak ke training aparat penengakan hukum, artinya yang dilihatnya bagaimana melakukan penindakan pada kasus bukan bagaimana penindakan atas pencegahan kasus," jelasnya.

Sebelumnya, Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Aceh mencatat per November 2022 sebanyak 885 perempuan dan anak alami kekerasan. Kasus ini didominasi dari kalangan anak-anak. 

Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Aceh, Irmayani Ibrahim menyebutkan, dari 885 kasus itu sebanyak 490 orang anak alami kekerasan. Selebihnya dialami oleh perempuan.

"Ini kasus untuk seluruh Aceh kekerasan terhadap anak dan perempuan," kata Irmayani kepada Kantor Berita RMOLAceh,Kamis 15 Desember 2022. 

Sedangkan untuk daerah kasus tertinggi, kata Irma, berada Aceh Besar, yaitu 147 kasus. Kemudian diikuti oleh Banda Aceh sebanyak 127 kasus, dan Aceh Utara sebanyak 97 kasus.

Irma menjelaskan, meskipun daerah lain jumlah kasusnya rendah belum tentu kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak rendah. Karena ada kemungkinan mereka tidak melapor.

"Sedangkan daerah yang tinggi ini, mereka sudah berani melaporkan," sebut Irma.

Irma menyebutkan, kekerasan yang paling banyak dialami oleh anak-anak ialah kekerasan seksual. Jumlah mencapai ebanyak 125 kasus, kemudian pemerkosaan sebanyak 110 kasus, dan sodomi sebanyak delapan kasus.

“Tidak hanya itu, ada juga bentuk kekerasan lainnya. Yaitu seksual inces, penelantaran, kekerasan psikis, kekerasan fisik, eksploitasi anak dan lain-lain,” sebut Irma.

Irma menyebutkan, pihaknya hamper tiap hari rutin menerima laporan kekerasan seksual terhadap anak. Minimal dua kasus, bahkan sehari ada yang tujuh kasus.

Sementara itu, kata Irma, perempuan mengalami kekerasan dalam rumah tangga. Dengan kata lain disebut Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) sebanyak 223 kasus. Lalu, pemerkosaan sebanyak 28 kasus dan ada bentuk kekerasan fisik, kekerasan psikis, penelantaran, pelecehan seksual, eksploitasi seksual, human trafficking dan lainnya. 

"Contoh kekerasan psikis itu seperti menghina, melontarkan kata-kata tidak baik, bahkan ada satu orang korban masuk kelima bentuk kekerasan," sebut dia.

Pada tahun lalu, kata Irma, kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak sebanyak 925 kasus. Di antaranya kekerasan terhadap anak sebanyak 468 dan 455 kekerasan terhadap perempuan. 

Irma tidak bisa memastikan angka tersebut menurun dari tahun sebelumnya. Sebab tahun ini masih ada beberapa hari lagi, tidak menutup kemungkinan jumlah akan lebih banyak. 

Irma mengatakan, dalam kasus ini UPTD PPA berupaya melakukan dengan baik. Seperti menanyakan keinginan korban, mengambil jalur hukum, mediasi bersama keluarga, dan juga pemulihan psikologis.

"Biasanya yang trauma berat kita bawa dia ke psikiater yaitu ke RSJ untuk kita pulihkan psikologisnya," sebut Irma.