SEORANG wanita di Jalan Garuda, Gampong Baru, Kecamatan Baiturrahman, Banda Aceh, tampak cekatan menyusun dedaunan yang baru saja diiris-iris. Pelan-pelan diletakkan pada talam besar.
- Pemkab Aceh Besar Harap Lebih Banyak Desa Membangun Pariwisata
- Kunjungan Turis ke Aceh Menurun
- Plt Kepala DPM-PTSP Sebut Minat Murban Energy Berinvestasi di Pulau Banyak Semakin Tinggi
Baca Juga
Kemudian, tangan lihainya itu menabur bunga kecombrang dan irisan cabai merah, serta rempah-rempah lain di atas irisan dedaunan tersebut.
“Ini namanya Sambai Oen Peugaga (daun pegagan),” kata Masyidar kepada Kantor Berita RMOLAceh, Sabtu, 1 April 2023. “Menu berbuka puasa saat Ramadan.”
Masyidar menjelaskan, Sambai Oen Peugaga memiliki berbahan dasar dedaunan yang diperoleh dari hutan. Meski demikian, Masyidar menjualnya dengan harga terjangkau. Yaitu, Rp 7 ribu per bungkus.
Sayangnya, kata Masyidar, kuliner khas Aceh ini kebanyakan diburu dari kalangan orang-orang tua. “Kalau anak muda, jarang,” sebut dia.
Dia mengaku mendapatkan omzet per hari Rp 2 juta per hari. Pendapatan ini jauh merosot ketika hari biasa.
Asal Mula Sambai Oen Peugaga
Sejarawan Aceh, Tarmizi Abdul Hamid alias Cek Midi, menjelaskan dahulu masyarakat Aceh acap kali mengonsumsi lalapan yang menggunakan bahan dasar daun. Misalnya, Sambai Oen Peugaga.
"Orang Aceh mengatakan dengan Lambai yang didalamnya ada 44 daun tanaman termasuk On Peugaga," sebug Cek Midi.
Cek Midi menjelaskan, dedaunan tersebut dipetik pagi hari saat matahari mulai terbit di ufuk timur, dedaunan itu masih ada sisa embun.
"Kebiasaan dipetik sebelum matahari keluar, ini semua dilakukan untuk obat lambung," ujarnya.
Dulu, kata Cek Midi, proses mencari dan meracik Sambai Oen Peugaga ini sembari melantunkan doa-doa. Karena khasiat lalapan ini sangat bagus untuk kesehatan dan keselamatan.
"Kalau hampir selesai, di baca doa-doa untuk yang memakannya,” kata dia. “Itu dilakukan oleh nenek moyang kita dulu.”
Menurut Cek Midi, saat ini bahan dasar pembuatan Sambai Oen Peugaga sangat susah dicari. Kalau dulu, bahan-bahannya tersedia di mana-mana.
“Karena cukup banyak tumbuh disekitar lingkungan,” sebutnya.
- Matangkan Hajatan Aceh Culinary Festival, Disbudpar Gelar Rakor Terbatas
- Menanti Kemilau Senja di Pantai Susoh
- Pawai Budaya Awali Pembukaan Sabang Marine Festival 2023