Selebritas, Industri, dan Sindrom Kekaguman

Ilustrasi: Freepik.
Ilustrasi: Freepik.

KEKAGUMAN terhadap selebritas telah menjadi fenomena umum seiring dengan munculnya media hiburan baru yang mampu menjangkau publik secara luas seperti radio, televisi, dan kemudian internet.

Para idola telah menggantikan peran orang tua, saudara, tetangga, bahkan tokoh agama dan tokoh masyarakat sebagai sumber inspirasi dan model peran dalam kehidupan. Apa yang dikenakan atau dilakukan oleh para pesohor—seperti model baju atau model rambut—ditiru oleh para pengagumnya.  

Pengaruh yang dimiliki selebritas kemudian digunakan oleh berbagai pihak untuk memengaruhi masyarakat. Industri periklanan menggunakan penyanyi, bintang film, atau atlet terkenal dan sukses untuk memasarkan produk dan jasanya.

Partai politik merekrut para pesohor untuk meraih suara sebanyak-banyaknya. Pemerintah juga melibatkan figur-figur terkenal untuk menyosialisasikan program-programnya. Salah satunya, program vaksinasi Covid-19.  

Pesohor selalu menjadi liputan media karena para penggemarnya selalu ingin tahu apa saja yang mereka lakukan. Liputan yang banyak dilakukan oleh media terhadap kehidupan selebritas adalah urusan kawin, cerai, dan perselingkuhan.

Di antara pesohor yang paling terkenal, bahkan prosesi pernikahannya diliput secara langsung. Proses perceraian dan dugaan perselingkuhan dikupas tuntas oleh infotainment dan menjadi drama yang tak ada habis-habisnya dikupas. Kehidupan romantis merupakan bagian informasi dengan nilai berita yang tinggi bagi media karena memiliki nilai emosional yang erat dengan para penggemarnya.

Hal ini berimbas pada tingginya pemirsa dan pembaca. Akibat seringnya pemberitaan kasus perceraian atau perselingkuhan, hal ini dapat mempengaruhi opini orang-orang yang sedang berada dalam masalah pernikahan untuk mencontoh perilaku tokoh yang diidolakannya.

Perilaku gampang kawin cerai ini dapat mempengaruhi kesakralan nilai pernikahan, yang mana upaya untuk mempertahankan pernikahan harus benar-benar diperjuangkan dengan baik sebelum akhirnya memutuskan untuk berpisah ketika ada masalah.  Kesukaan dan kekaguman terhadap selebritas yang menimbulkan perilaku obsesif dan adiktif terhadap segala sesuatu yang terkait dengan selebritas disebut sebagai sindrom kekaguman terhadap selebritas atau celebrity worship syndrome (CWS).

Jika menganggap selebritas sebagai sebagai figur yang memberikan hiburan dan kegembiraan di saat lelah, maka masih dalam kategori ringan yang dikenal sebagai entertainment social value.   Namun, jika sudah terdapat kebutuhan kompulsif untuk mencari informasi apa pun terkait selebritas favoritnya, sudah masuk kategori sedang atau dikenal dengan istilah intense-personal-feeling.

Selanjutnya, tahap yang dianggap berat disebut borderline-pathological tendency dengan kecenderungan kesediaan untuk melakukan apa pun untuk figur idolanya, termasuk melakukan tindakan yang tidak rasional demi orang yang dikaguminya.

Ada beberapa kasus pengagum yang sampai menguntit tokoh yang diidolakannya ke mana pun pergi; mereka kecewa jika mereka menikah; bahkan ada pesohor yang sampai dibunuh oleh penggemarnya.  

Pada sindrom ini, orang mengalami interaksi parasosial, yaitu ilusi tatap muka antara audiens dengan figur yang dikaguminya, yang bersifat satu arah dari penggemar ke idola.   Sebagian besar yang mengalami sindrom CWS adalah para remaja yang seiring dengan bertambahnya usia, jumlah yang terkena tersebut semakin berkurang. Pada anak-anak, bahkan pemujaan terjadi pada tokoh animasi seperti robot atau pahlawan super.  

Orang-orang yang memiliki harga diri yang rendah lebih rentan terkena sindrom pemujaan pada selebritas. Orang yang mengalami sindrom ini cenderung rendah prestasinya di sekolah atau kinerjanya di tempat kerjanya. 

Kekaguman terhadap selebritas sengaja diciptakan. Industri hiburan mempekerjakan banyak keahlian untuk memastikan masyarakat mendapatkan kesenangan. Para artis merupakan  orang yang sengaja dimunculkan di atas panggung atau di layar, namun di belakangnya, banyak sekali orang yang bekerja untuk memastikan aksi peran tersebut mendapatkan apresiasi yang baik dari penonton.  

Setiap detail dari penampilan, cara bicara, perilaku, dan lainnya dari sang artis sengaja dicitrakan sebagai sesuatu yang sempurna yang susah untuk diraih oleh orang kebanyakan. Mereka tidak boleh makan di pedagang kaki lima karena bisa menurunkan citranya. Mereka juga harus selalu berpenampilan baik ketika berada di ruang publik karena setiap saat ada paparaz​​​​​i atau para penggemar yang tiba-tiba mengambil fotonya. Penampilan yang kurang baik juga akan menurunkan citra.  

Semakin dikagumi, semakin tinggi nilai jual selebritas tersebut, yang tercermin dalam tarif menjadi bintang iklan, konser, pemain film, dan hal-hal lain di mana dia dihargai. Dengan demikian, semakin tinggi keuntungan yang diperoleh. Namun, tuntutan untuk tampil sempurna ini menyebabkan depresi atau bahkan berujung ke bunuh diri ketika harapan penggemar tidak dapat dipenuhi.  

Islam telah mengajarkan kepada kita untuk secukupnya dalam mencintai atau membenci seseorang karena bisa saja, seseorang yang sangat kita cintai di kemudian hari kita benci atau sebaliknya. Termasuk dalam hal ini kekaguman terhadap para pesohor. Ajaran-ajaran Islam dapat memandu kita untuk tetap menjaga koridor sejauh mana kita dapat mengagumi seseorang, yaitu ketika tindakannya selaras dengan nilai moral dan agama.  

Bagi industri hiburan, para pesohor adalah pion yang setiap saat bisa diganti ketika sudah tidak laku dipasarkan lagi. Tak banyak di antara selebritas yang mampu bertahan lama karena selalu ada wajah baru yang lebih segar yang siap menggantikan peran sebagai idola publik. Jika kita menyadari adanya proses rekayasa yang ada di balik industri hiburan serta berpegang teguh pada nilai-nilai agama yang kita anut, kita akan mampu bersikap wajar. 

| Penulis adalah penulis.