Semua Pihak Harus Kolaborasi untuk Percepatan Pemulihan Korban HAM di Aceh

Kepala Kantor Komnas HAM Perwakilan Aceh, Sepriyadi Utama (kanan). Foto: Razi/RMOLAceh.
Kepala Kantor Komnas HAM Perwakilan Aceh, Sepriyadi Utama (kanan). Foto: Razi/RMOLAceh.

Kepala Kantor Komnas HAM Perwakilan Aceh, Sepriyadi Utama, mengatakan bahwa harus adanya kolaborasi dalam percepatan pemulihan korban pelanggaran HAM di Aceh. Tiga kasus pelanggaran HAM di Aceh yakni Rumoh Geudong dan Pos Statis Aceh (1999), Tragedi Simpang KKA (1999), dan Jambo Keupok (2003).


“Adanya komitmen tentang pemulihan terhadap korban pelanggaran HAM berat,” kata Sepriyadi, dalam diskusi yang digelar ARD, Selasa, 28 Maret 2023 sore.

Menurutnya, komitmen tersebut penting agar peristiwa HAM berat tidak terjadi lagi di Indonesia, dan menugaskan kepada Menkopolhukam untuk mengawal tindak lanjut itu.

Dia menjelaskan, ada beberapa sikap Komnas HAM terkait dengan hal itu, diantaranya mendukung jaminan tidak terulangnya pelanggaran HAM berat di Indonesia.

“Meminta Menkopolhukam untuk memfasilitasi hal tersebut,” katanya.

Sepriyadi menyebutkan, hak korban atas pemulihan juga berlaku pada peristiwa HAM berat yang sudah disidangkan melalui pengadilan.

Kendati demikian, kata dia, hingga kini korban belum mendapat hak atas pemulihan tersebut, seperti kejadian Tanjung Priok, Timor Timur, dan Abepura.

Dia mengatakan, Komnas HAM juga meminta institusi Polri, TNI, Kemendagri, Kemensos dan lain-lain untuk melakukan tindak lanjut hal tersebut. 

“Membuka ruang bagi korban untuk mengajukan status terhadap pelanggaran HAM yang dia alami,” ujar Sepriyadi.

Selain itu, hal yang bisa dilakukan saat ini adalah Wali Nanggroe, Pemerintah Aceh, DPR Aceh , Komnas HAM, melakukan pertemuan konsultatif membahas mekanisme lanjutan

“Kemudian juga pertemuan dengan Polhukam harus ditindaklanjuti dengan Keppres atau Inpres,” kata Sepriyadi.