Sentimen dalam Seleksi Dirut Bank Aceh Syariah 

Ilustrasi. Foto: net.
Ilustrasi. Foto: net.

PROSES seleksi calon Direktur Bank Aceh Syariah (BAS) bisa dibilang sudah berada pada level mengkhawatirkan. Hal itu dikarenakan para tokoh Aceh sudah menyertakan sentimen ketimbang argumen dalam proses seleksi pemimpin bank milik Aceh. 

Sentimen itu berupa desakan bahwa yang menjadi Dirut BAS harus orang Aceh, dan itu harga mati, tidak ada negosiasi, sekalipun kompetensinya belum sempurna. 

Padahal, sebelumnya telah muncul argumen calon Dirut BAS sebaiknya dilakukan secara terbuka. Argumen ini disambut oleh Pemegang Saham Pengendali (PSP) dengan menggelar rekruetmen terbuka, melibatkan Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) dan bersifat nasional. 

Argumen itu menjawab tantangan yang disampaikan Otorisas Jasa Keuangan (OJK) yang menyatakan bahwa BAS membutuhkan sosok yang extra ordinary. BAS jika ingin maju dan berkontribusi lebih bagi pembangunan Aceh maka disebut butuh pikiran dan kerja ekstra. 

Seleksi terbuka juga sekaligus mengkoreksi pendekatan sebelumnya yang dilakukan secara headhunitng dalam mencari calon Dirut BAS guna diuji kemampuan dan kelayakan oleh OJK. 

Sentimen makin terasa makin kuat ketika disampaikan bahwa keharusan dipimpin oleh orang Aceh itu sebagai langkah mempertahankan martabat Tanah Serambi Mekkah. 

Sentimen ini rawan “ditelanjangi”, sangat rapuh dan ahistoris. Dalam sejarah Aceh, banyak juga tokoh-tokoh yang berasal dari luar Aceh yang kemudian ikut mengharumkan nama Aceh, bahkan tokoh yang berasal dari luar Aceh itu “menjadi” orang Aceh. 

Dengan mengatakan Dirut BAS harus orang Aceh untuk mempertahankan martabat Tanah Serambi Mekkah orang juga dapat menggugat dimana marwah Aceh yang sudah melakukan seleksi terbuka dan bersifat basional tapi menolak orang lain menjadi Dirut BAS. 

Kalau memang begitu, mengapa Aceh tidak menggunakan kesempatan seleksi Dirut BAS melalui headhunting saja lalu melakukan musyawarah RUPS untuk menyepakati tiga calon yang semuanya dari internal bank Aceh saja, baru kemudian dikirim ke OJK untuk mengikuti fit and proper test. 

Dan, sebelumnya mengapa sentimen yang sama tidak disampaikan kepada OJK Pusat bahwa biarlah kompetensi tidak sempurna dan seiring waktu bisa belajar sambil berkerja. Mengapa dalam proses seleksi terdahulu yang diangkat ke publik adalah intrik ketimbang kritik sehingga sampai menuduh PSP terdahulu dan para komisaris memiliki agenda pribadi? 

Jika memang para tokoh Aceh benar mencintai Bank Aceh Syariah maka biarlah seleksi Dirut BAS berjalan sesuai dengan regulasi yang ada. Siapapun calon yang sudah dipilih oleh PSP dari hasil seleksi awal yang melibatkan LPPI dan sudah dikirim ke OjK dan sudah pula mengikuti fit and proper test, belangsung apa adanya tanpa intervensi dan direcoki. 

Tugas OJK jelas sebatas melakukan fit and proper test dan yahg berhak menentukan siapa yang menjadi Dirut BAS adalah PSP dan pemegang saham lainnya. Bisa saja hak menentukan diserahkan kepada PSP dan bisa juga PSP bermusyawarah dengan pemegang saham lainnya. 

Berharap dan berdoa agar yang terpilih adalah orang Aceh tentu tidak dilarang. Alasan agar terjadi sirkulasi kepemimpinan dibenarkan. Tapi dengan mengatakan Dirut BAS harus orang Aceh dan itu harga mati tentu berlebihan ketika usulan seleksi terbuka dan bersifat nasional sudah disetujui dan dijalankan. 

Begitu juga tidak salah jika ada yang berdoa agar siapapun yang dipilih diharapkan adalah sosok profesional yang siap menjalankan agenda perubahan kinerja di Bank Aceh Syariah. Berbagai kritik terhadap Bank Aceh jelas meniscayakan perubahan. 

Kita semua tentu sangat ingin agar Bank Aceh menjadi bank kebanggaan rakyat Aceh bukan sebatas karena capaian kemajuannya melainkan juga karena kita ingin bank Aceh dapat menjadi pembuktian bahwa Aceh melalui bank syariah memang menjadi solusi yang nyata bagi rakyat dan negeri. 

Untuk itu, sebaiknya segenap lakon intrik dan sentimen dalam seleksi Dirut BAS segera dihentikan. Biarkan OJK menjalankan tugas regulasinya. Biarkan PSP dan pemegang saham lainnya berkerja dengan tenang sehingga dapat memberi keputusan yang semata didasarkan pada spirit demi memajukan Bank Aceh. 

Jika intrik dan sentimen terus digulir ke ruang publik terkait Bank Aceh itu sama artinya seperti menaruh racun dipikiran publik yang dari waktu ke waktu dapat menurunkan kepercayaan kepada Bank Aceh. Bukankah sangat berbahaya jika rakyat Aceh sendiiri sudah tidak percaya kepada bank miliknya sendiri dan bersmai-ramai memilih bank lain. 

Mari kita sambut dengan suka cita siapapun yang nanti ditetapkan sebagai Dirut Bank Aceh dan semoga siapapun Dirut BAS yang terpilih siap berkerja dengan extra untuk membawa Bank Aceh menjadi lebih baik lagi dari apa yang sudah dicapai saat ini. 

Berhentilah meramaikan ruang publik dengan beragam intrik dan sentimen yang tidak sehat apalagi jika akhirnya justru dapat menjatuhkan marwah Aceh itu sendiri: tak enak jika kita dinilai “cakap tak serupa bikin.” 

Tulisan ini sama sekali bukan untuk menolak calon Dirut BAS dari kalangan internal atau mendukung calon luar memimpin Bank Aceh melainkan sekedar mengingatkan bahaya melekatkan sentimen dan intrik pada sebuah bank karena taruhannya adalah risiko reputasi bank.

|Penulis adalah pemerhati masalah sosial dan politik