Maimun, seorang warga Aceh yang datang ke Vihara Dharma Bhakti, Banda Aceh sedari pagi. Dia menjadi tukang parkir dadakan merapikan puluhan motor milik puluhan warga Tionghoa yang akan beribadat di Vihara tersebut.
- Barongsai, Singa Pembawa Keberuntungan di Tahun Baru Imlek
- Perayaan Tahun Baru Imlek di Aceh Berlangsung Khidmat dan Lancar
Baca Juga
“Ciii maju siket lagi ci, silahkan cii, jangan dikunci stang ya,” seru Maimun dengan gerakan tangan khasnya.
Maimun sebenarnya adalah buruh angkat Sembako, tapi setiap perayaan Tahun baru Imlek Imlek, Toko tempat dia mencari nafkah menutup usahanya seharian penuh. Kekosongan tersebut kemudian diisi Maimun untuk membantu menertibkan kendaraan warga Tionghoa yang beribadat di Vihara Dharma Bhakti yang terletak di jalan Panglima Polem, Peunayong, Banda Aceh.
“Ya, kita saling bantu. Karena sebagian dari mereka sedang fokus ibadah,” ujar Maimun saat ditemui wartawan Kantor Berita RMOLAceh, Ahad, 22 Januari 2023.
Perayaan tahun baru Imlek 2023 Masehi/2574 Kongzili yang tahun ini disebut tahun Kelinci air berlangsung antusias, penuh suka cita dan rasa gembira. Kegembiraan itu terpancarkan di wajah-wajah warga Tionghoa khususnya yang beragama Buddha datang bersembahyang di Vihara, demi mengenang dan mendoakan para leluhur.
Tepat pukul 08.00 WIB, Meili (20) salah seorang pengunjung Vihara mulai melakukan peribadatan di ruangan Vihara Dharma Bakti. Meili mulai mengambil sesembahan sejenis hio atau Dupa, membakar ujungnya, lalu setelah melangkah melewati beberapa meja sembahyang, Meili kembali membawa hio yang mulai mengeluarkan wewangian dari asap.
Meili lalu keluar pintu, terdiam sejenak, menutup mata, mulutnya memanjat do’a. Sesudah beberapa menit melakukan sejumlah langkah dalam ritualnya, ia kemudian mengangkat hio tepat ke wajah, sebanyak tiga kali mengayun-ayunkan dan menunduk.
Meili mengatakan, tradisi sembahyang ini sudah ikuti setiap perayaan Imlek. Ritual peribadatan yang dia lakukan untuk berdoa meminta rezeki dan mendoakan para leluhur.
Setiap perayaan Imlek, warga Tionghoa mulai dari membersihkan rumah, bersembahyang mendoakan leluhur dan merayakan Imlek dengan bersilaturahmi.
"Tapi sebelumnya kami mulai dengan sembahyang kepada leluhur dulu, sesudah itu, malamnya kita ada sembahyang kepada yang maha pencipta biasanya di tengah malam,” kata Meili.
Saat sembahyang malam, mereka akan bersujud memohon ampun atas segala khilaf dan salah selama satu tahun terakhir. Mereka juga memanjatkan syukur dalam satu tahun ini telah diberi nikmat sehat oleh sang Pencipta.
“Lalu, kita memasuki acara yang paling ditunggu, yaitu bersilaturahmi dan berkunjung kepada sanak saudara,” ujar Meili.
Meili juga sangat bersyukur dengan tingkat toleransi yang terjadi antara warga Tionghoa dan warga Aceh lain. Menurutnya, Aceh dikenal dengan syariat yang kental, tapi rancangan modernisasi beragama juga sangat kental.
"Bagus, untuk masyarakat Aceh saya ucapkan terima kasih, sekali lagi Terima kasih," ujarnya.
Ritual peribadatan umat Buddha saat Imlek di Vihara Dharma Bakti juga menarik perhatian Melia Ulfa (20). Mahasiswi Universitas Muhammadiyah (Unmuha) Aceh tersebut baru pertama kali melihat prosesi sembahyang umat Buddha.
Melia sangat takjub dengan kekhusyukan warga Tionghoa saat menjalani peribadatan dan toleransi antar sesama warga di sekitar Vihara.
“Masyarakat kita sudah kenal dengan perbedaan agama, ini kali pertama saya melihat dan saya saksikan ritual peribadatan umat Buddha,” ujarnya.
Melia mengatakan bahwa fitrah dari sebuah toleransi telah diterima baik oleh masyarakat Aceh. Bagi Melia toleransi cukup dipahami dan dipercayai tanpa mengikuti.
“Saya takjub, apalagi saat melihat ramai-ramai warga kita menyaksikan pertunjukan Barongsai, semua menyaksikan dengan antusias tanpa rasis,” ujarnya.
Lain halnya dengan Iwan (25) salah satu warga asal Meulaboh, Aceh Barat yang datang menyaksikan perayaan Imlek di kawasan Peunayong. Awalnya Iwan punya pandangan berbeda sebelum menyaksikan secara langsung perayaan Imlek tersebut. Dia merasa tidak perlu melihat agar tidak terbawa suasana ajaran Buddha.
“Awalnya saya ragu, cuman teman maksa, sampai disini, malah saya yang ingin melihat sampai habis. Saya dapat ilmu baru tentang perbedaan, oooo gini toh agama lain,” ujarnya.
- Cegah Human Trafficking, UNHCR Ingatkan Pengungsi Rohingya di Aceh Tidak Kabur dari Penampungan
- BPOM Sidak Makanan Berbuka Puasa di Banda Aceh
- Harga Mas Murni di Banda Aceh Capai Rp 3 Juta Lebih Per Mayam