Setara Institute: Kekerasan oleh TNI Berlindung di Balik UU Peradilan Militer

Ihksan Yosarie. Foto: Setara Institute.
Ihksan Yosarie. Foto: Setara Institute.

Setara institute menyebut sejumlah aparat Tentara Nasional Indonesia masih mengabaikan penghormatan kepada hak asasi manusia dan supremasi sipil. Setara mencatat, tahun ini, sedikitnya terjadi kasus pelanggaran ham dan supremasi sipil dalam satu 1 tahun terakhir.


Hal tersebut merupakan hasil riset mengenai Catatan Kinerja Reformasi TNI 2021 dan Temuan Survei Opini Ahli tentang Kandidat Panglima TNI yang digelar pada medio 20 September 2011 hingga 1 Oktober 2021.

“Kasus-kasus tersebut terjadi di Merauke, Purwakarta, dan NTT," kata peneliti Setara Institute, Ikhsan Yosarie, Senin, 4 Oktober 2021.

Meski begitu, kata Ikhsan, secara kuantitas, keempat kasus tersebut sejatinya tidak dapat mewakili berbagai tindakan atau dugaan tindak kekerasan yang dilakukan oknum prajurit TNI terhadap masyarakat. 

Sebab, kasus-kasus kekerasan itu ibarat puncak gunung es, terutama jika rentang waktu diperluas. Ikhsan menilai bahwa terkait masih terjadinya peristiwa kekerasan yang diduga dilakukan oleh oknum aparat TNI antara lain karena masih belum direvisinya UU 31/1997 tentang peradilan militer.

"Kekerasan ini semakin sulit terselesaikan lantaran TNI masih menikmati privilege selama belum di UU 31/1997 tentang Peradilan Militer," kata Ikhsan.

Riset Setara Institute ini menggunakan metode penelitian kuantitatif. Metode kuantitatif dilakukan dalam bentuk survei menggunakan metode purposif (purposive sampling).

Survei ini dilakukan terhadap 100 ahli yang dipilih dan ditetapkan Setara Institute dengan klasifikasi yang spesifik dan relevan dengan penelitian ini, yakni mereka ahli pada isu pertahanan dan keamanan (Hankam), serta Hak Asasi Manusia (HAM). Mereka berasal dari kalangan akademisi dan elemen masyarakat sipil. Penelitian dilakukan 20 September 2021-1 Oktober 2021.