Setelah 16 Tahun Perjanjian Damai MoU Helsinki, Semestinya Rakyat Aceh Sudah Sejahtera

Masyarakat sedang mengimbarkan bendera Aceh di depan mesjid Raya Baiturahman: Foto: ist
Masyarakat sedang mengimbarkan bendera Aceh di depan mesjid Raya Baiturahman: Foto: ist

Pengamat politik Universitas Muhammadiyah (Unmuha) Aceh, Taufiq A. Rahim, mengatakan sudah 16 tahun setelah penandatanganan damai Memorandum of Understanding (MoU) yang berlangsung di Helsinki 15 Agustus 2005. Seharusnya, kata dia, kehidupan rakyat Aceh sudah jauh lebih baik atau sejahtera.


"Kondisinya sudah lebih sejahtera dan kemiskinan hanya tinggal dalam jumlah kuantitatif dan persentase yang sangat kecil," kata Taufiq kepada Kantor Berita RMOLAceh, Sabtu, 14 Agustus 2021.

Taufiq mengatakan, turunan dari MoU Helsinki melalui Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA) nomor 11 tahun 2006, mengamanahkan adanya Dana Otonomi Khusus (Otsus) yang mulai diperuntukkan sejak tahun 2008 sampai dengan 2021 sejumlah Rp 88,433 triliun. 

Hal itu sudah termasuk Rp 7,555 triliun tahun 2020 setelah refocusing dari Anggaran Perencanaan Belanja Negara (APBN), dan Rp 7,555 triliun tahun 2021 setelah Peraturan Kementerian Keuangan (PMK) nomor 17 tahun 2021.

"Mulai berlaku 16 Februari 2021 berkaitan dengan pengelolaan keuangan negara atau daerah, dalam rangka mendukung penanganan pandemi Covid-19 dan dampaknya," kata Taufiq.

Menurut Taufiq, diluar dana APBA sejak digelontorkan tahun 2008 sampai 2021. Tidak ada perubahan apapun selama dana otonomi khusus Aceh digunakan. 

"Apa dampak perubahan kehidupan yang signifikan dari dana otsus Rp 88,433 triliun tersebut?," kata Taufiq.

Menurut Taufiq, sampai dengan saat ini juga tidak diketahui indikator keberhasilan penggunaan dana otsus. Bahkan tidak mampu menghasilkan perubahan kehidupan serta peningkatan kesejahteraan rakyat Aceh. 

"Sampai dengan tahun 2021 tingkat kemiskinan Aceh 15,33 persen dan pengangguran sekitar 1,3 juta orang dari jumlah penduduk Aceh sekitar 5,38 juta jiwa," kata dia.

Secara realitas politik, kata Taufiq, pada masa konflik semua rakyat Aceh merasakan serta dilibatkan dalam konflik. Meskipun ada klaim, seolah-olah rakyat tidak merasakan, tidak dilibatkan, atau hanya dilibatkan kelompok tertetu saja.

Taufiq menjelaskan pada saat konflik dulu, rakyat Aceh sangat terpuruk, susah, tidak tentram dan tak damai. Selalu hidup dalam ketakutan serta ancaman. 

"Belum lagi rakyat Aceh secara umum distigma sebagai pemberontak dan istilah lainnya yang miring," kata Taufiq.

Oleh karena itu, kata Taufiq, perlu dijelaskan kemana dana otsus selama ini di manfaatkan atau digunakan. Masyrakat, perlu tau. 

"Atau jangan-jangan dana otsus Aceh yang besar itu telah dimanfaatkan oleh elite politik Aceh sejak digelontorkan tahun 2008 sampai dengan saat ini, dan ataupun dibagi-bagi secara khusus, hanya untuk kepentingan politik, politik anggaran dan memperkaya orang, elite ataupun kelompok tertentu," kata Taufiq.

Menurut Taufiq, kenyataannya sekarang kehidupan ekonomi rakyat Aceh masih jauh dari kesejahteraan. Belum ada perubahan apapun terhadap penggunaan dana otsus selama penandatangan damai MoU Helsinki antara Aceh dan Pemerintah Indonesia.