Sistem Pemilu Tertutup Munculkan Ketidakadilan antar Caleg 

Jelang penyerahan dokumen kesimpulan perkara judicial review UU Pemilu yang menuntut pemberlakuan sistem pemilu proporsional tertutup, Mahkamah Konsitusi (MK) diwanti-wanti untuk tidak menjadi alat politik kepentingan elite.


Direktur Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP), Neni Nur Hayati menilai, MK seperti memperluas kewenangannya dengan membuat putusan yang absurd. Kata Neni, secara institusi MK hanya diberi mandat oleh regulasi untuk menguji sebuah Undang Undang.

"Kewenangan MK hanya menguji apakah judicial review bertentangan atau tidak dengan konstitusi. Jika tidak bertentangan ya sebaiknya gugatan ditolak," ujar Neni seperti diberitakan Kantor Berita Politik RMOL, Rabu, 31 Mei 2023.

Menurut Neni, jika nantinya MK benar-benar memutuskan sistem proporsional tertutup, dampak dapat memicu konflik di partai politik. Imbasnya, internal partai yang dirugikan. Sebab, pendaftaran bakal calon legislatif telah usai dilakukan.

"Dan banyak diantara bacaleg juga yang sudah membangun kedekatan dengan pemilih," kata kata Neni.

Jika MK memutuskan mengubah sistem Pemilu, risikonya, banyak caleg yang mundur di pemilu 2024. Nantinya, para caleg mundur karena tidak punya kedekatan dengan elite dan modal kapital.

"Yang akan terjadi adalah adanya ketidakadilan dan kesetaraan antar caleg. Jika memang benar MK akan mengambil keputusan kembali ke sistem tertutup maka ini menjadi bencana demokrasi," pungkasnya.

Jurubicara MK Fakar Laksono mengatakan bahwa sidang terkait gugatan sistem Pemilu masuk tahap penyerahan kesimpulan perkara. Nantinya hakim MK akan melakukan permusyawaratan untuk memutuskan gugatan tersebut.