Soal Putusan Sistem Pemilu oleh MK, KIP Aceh: Kita Ikuti Saja

Ketua KIP Aceh, Samsul Bahri. Foto: Merza/RMOLAceh.
Ketua KIP Aceh, Samsul Bahri. Foto: Merza/RMOLAceh.

Ketua Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh, Samsul Bahri, mengatakan soal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam menentukan sistem Pemilu 2024 mengikuti aturan yang berlaku. Baik itu sistem proporsional terbuka maupun sistem proporsional tertutup.  


Menurut Samsul, sebagai penyelenggara pemilu, KIP Aceh tetap patuh aturan perundang-undangan yang berlaku. Namun kebijakan tersebut harus seirama dengan Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI).

“Kita kan mengikuti, kita tidak boleh berdiri sendiri," kata Samsul Bahri kepada Kantor Berita RMOLAceh, Selasa, 30 Mei 2023.

Meskipun bocoran isu MK akan memutuskan sistem proporsional tertutup, kata Samsul, KIP Aceh tidak bisa menolak. Apalagi menginginkan dan mendukung salah satu sistem pemilu. Menurut dia, itu tidak boleh.

Sebelumnya, Klaim informasi yang didapat Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Denny Indrayana soal hakim Mahkamah Konstitusi akan memutuskan sistem pemilu proporsional tertutup menghebohkan publik. Bahkan Menko Polhukam Mahfud MD meminta aparat kepolisian memeriksa Denny Indrayana. 

Merespons sorotan dari banyak kalangan, secara terbuka Denny mengungkap ke publik soal rencana putusan MK tentang sistem pemilu proporsional tertutup. Ia mengklaim, informasi itu disampaikan semata-mata bentuk advokasi untuk menjaga MK yang dipimpin Anwar Usman, ipar Presiden Joko Widodo, tetap berada di jalur yang benar.

"Ini bentuk advokasi publik, agar MK tetap pada rel sebagai penjaga konstitusi," ungkap Denny dalam laman Twitter pribadinya, Senin, 29 Mei 2023. 

Pakar hukum tata negara ini tidak ingin MK menjadi lembaga politik yang menetapkan sistem pemilu. Dalam pandangannya, jika tidak diviralkan, bisa jadi tidak akan lahir sebuah keadilan.

Bahkan melalui cuitannya, Denny menyindir terbuka Menko Polhukam Mahfud MD yang kerap memviralkan kasus hukum untuk mencari keadilan. Sebab, ia tidak ingin MK menjadi lembaga politik pembuat norma UU soal sistem Pemilu.

"Ingat no viral, no justice. Prof Mahfud memakai strategi itu pula, membawa banyak masalah hukum ke sorotan lampu publik," jelas Denny.