"Soft Diplomacy" Indonesia Lewat Makanan Tradisional

Swary Utami Dewi. Foto: ist.
Swary Utami Dewi. Foto: ist.

Conference of Parties (COP) ke-27 yang berlangsung di Sharm El-Sheikh, Mesir, sudah dimulai. COP sendiri--dilafalkan "kup" oleh orang-orang Mesir--merupakan forum tingkat tinggi tahunan bagi 197 negara di dunia untuk mendiskusikan perubahan iklim dan bagaimana negara-negara tersebut berencana untuk menanggulanginya.

Salah satu yang jadi perhatian peserta --di sela-sela segera berlangsungnya pertemuan dan lobi tingkat tinggi dunia untuk isu perubahan iklim ini--adalah kehadiran rutin pojok atau booth dari berbagai negara. Side event, misalnya, lazim digelar di pojok negara-negara ini.

Untuk Paviliun Indonesia, selain menampilkan berbagai perbincangan menarik seputar isu perubahan iklim, tersaji snack dan makanan tradisional. Sajian ini mampu menarik banyak pengunjung datang ke Paviliun Indonesia. Antrian cukup panjang terjadi pada hari pertama. Sewaktu rehat sesudah pembukaan, snack yang disuguhkan habis diserbu. Kudapannya antara lain onde-onde dan dadar gulung.

Lalu sewaktu makan siang, dikeluarkanlah nasi kuning. Habis juga seketika. Yang menghabiskan sajian ini dari berbagai bangsa. Mereka rela antri untuk mendapatkan sepiring lengkap nasi kuning. Karena habis dalam sekejap maka food stall segera ditutup. Sesudah beberapa sesi perbincangan di hari pertama dilakukan, kembali lagi disuguhkan nasi kuning. Dan tetap yamg antri membludak. Tim katering Indonesia dengan sabar melayani. Tidak sampai satu jam ludes pula babak kedua makan siang.

Salah satu televisi nasional Portugal, yang melewati Paviliun Indonesia sempat berhenti melihat antrian makan ini, lalu memutuskan meliput singkat keunikan yang ditampilkan Indonesia. Media itu adalah RTP International, yang merupakan layanan televisi internasional milik Rádio e Televisão de Portugal, sebuah penyiaran publik milik salah satu negara Eropa ini.

RTP menyiarkan berbagai program dan liputan untuk komunitas migran Portugal di Eropa, Amerika Selatan dan Amerika Utara, Makau, dan juga Timor Leste. Reporter perempuan dari RTP, sesudah meliput berkomentar balik dan memberikan kesannya tentang makanan tradisional Indonesia. "Makanan Indonesia enak dan sehat, dan tentu saja bisa menunjang ketahanan pangan.. We love Indonesia," ujarnya mengakhiri.

Rasanya bahagia melihat para pengunjung Paviliun Indonesia dari berbagai bangsa datang untuk makan dan berbagi informasi. Maka, boleh dikatakan, cukup berhasil "soft diplomacy" Indonesia melalui makanan tradisional ini. Awal yang baik tentunya untuk memulai COP ke-27.

| Penulis adalah aktivis antikorupsi.