Sub Holding Bancakan Besar ?

Salamuddin Daeng
Salamuddin Daeng

Mahkamah Konstitusi (MK) melakukan penghianatan kepada bangsa dan negara. Dimana MK sebelumnya telah menetapkan bahwa tidak ada larangan privatisasi anak perusahaan BUMN, ini merupakan landasan hukum yang buruk mengenai aset negara, terutama yang berkaitan dengan amanat UUD 1945 pasal 33.

Atas landasan itu, maka akan berubahlah semua  BUMN strategis menjadi anak-anak perusahaan BUMN. Akan dibentuk induk holding dengan menggabungkan semua BUMN strategi di dalamnya, dan secepat kilat berubah menjadi anak sebuah perusahaan BUMN holding.

Putusan MK ini mengarah pada legalisasi sub holding anak perusahaan BUMN untuk selanjutnya di IPO, sebuah putusan yang akan menjadi dasar bagi pengalihan aset BUMN secara besar-besaran ke sektor swasta yang notabene adalah kelompok  oligarki paling berkuasa di republik Indonesia.

Sub holding secara besar-besaran telah dimulai dari Pertamina. Aset induk perusahaan Pertamina akan dialihkan ke anak-anak perusahaam yang telah di sub holding. Selanjutnya anak-anak perusahaan akan dijual ke swasta melalui IPO di bursa saham.

Strategi sub holding Pertamina telah menyeret aset PLN, yakni pengalihan aset PLTP atau pembangkit listrik panas bumi PLN kepada Pertamina Geotermal Energy (PGE) yang telah di sub holding terlebih dahulu dan siap melantai di pasar modal untuk di jual.

Mengikuti langkah  tersebut secapat kilat Pelindo di holding. Banyak yang kaget, kok pelindo di holding sedangkan pertamina di sub holding. Memamg harus diholding dulu agar yang lain menjadi anak dan bisa di sub holding, maka setelah itu bisa dijual ke swasta.

Lalu usaha sub holding selanjutnya dilakukan di holding BUMN tambang dengan induk Mind Id, dengan demikian maka Antam, PT, BA, Inalum, bisa menjadi anak perusahaan. Dengan demikian seluruh anak perusahaan dapat di legi ke pasar modal.

Ini merupakan era paling mengerikan menjelang pemilu 2024. Banyak yang berambisi menguasai aset-aset strategis negara. Mereka adalah kaum super elite di negeri ini.

Mereka adalah penguasa sekaligus pengusaha yang juga pedagang, bahkan spekulan aset. 

Mereka saat ini memegang sebuah kata kunci anak perusahaan bukan BUMN, jadi boleh diprivatisasi.

| Penulis adalah Peneliti Pada Asosiasi Ekonmi dan Politik Indonesia (AEPI)