Teguh Santosa: Kunjungan Menteri Prabowo ke KAI Korea Selatan Penting untuk Proyek Pesawat Tempur

Proyek pembuatan pesawat tempur K-FX/I-FX yang diproduksi bersama Korea Selatan dan Indonesia. Foto: ist.
Proyek pembuatan pesawat tempur K-FX/I-FX yang diproduksi bersama Korea Selatan dan Indonesia. Foto: ist.

Kunjungan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto ke pabrik Korea Aerospace Industries (KAI) di Sacheon, Provinsi Gyeongsang, Korea Selatan, dinilai vital dalam upaya Indonesia melanjutkan proyek pembuatan pesawat tempur K-FX/I-FX. 


Dalam kunjungan tersebut, Prabowo menemui Menteri Pertahanan Korsel Suh Woo. Prabowo juga bertemu dengan Presiden Korsel Moon Jaein di Cheong Wa Dae atau Blue House, sehari sebelumnya. 

“Penting bagi Indonesia untuk menempatkan diri sebagai salah satu negara pembuat pesawat tempur. Ini akan memberikan sinyal kuat kepada dunia internasional bahwa sebagai salah satu negara kunci di dunia, Indonesia sangat serius menjaga kedaulatan,” ujar pemerhati hubungan internasional dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta, Teguh Santosa, dalam keterangan di Jakarta, Jumat, 9 April 2021.

Teguh mengatakan sejak periode kedua pemerintahan Joko Widodo, Indonesia rasanya tidak begitu antusias melanjutkan proyek yang dimulai di era Presiden Susilo Bambang Yudhyono (SBY) itu. Pertemuan Presiden Joko Widodo dan Presiden Moon Jaein di Busan, Desember 2019, misalnya, tidak menyentuh proyek strategis ini. 

Sejak tahun lalu pula Indonesia justru lebih sering membicarakan rencana pembelian pesawat tempur dari negara lain.

Selain itu, bersamaan dengan pandemi Covid-19, tahun lalu Indonesia memanggil pulang semua insinyur PT Dirgantara Indonesia yang ditugaskan untuk ikut membangun K-FX/I-FX di fasilitas KAI di Sacheon. 

Sikap Indonesia belakangan ini, kata Teguh, membuat Korea Selatan ragu-ragu pada komitmen Indonesia melanjutkan proyek K-FX/I-FX . Apalagi, Indonesia lebih sering membicarakan rencana pembelian pesawat-pesawat tempur bekas dari beberapa negara.

Teguh menambahkan dalam pertemuan antara Presiden Jokowi dan Presiden Moon di Seoul, September 2018, kedua negara sepakat menegosiasikan sejumlah syarat dan ketentuan yang lebih spesifik mengenai proyek ini. 

“Terutama mengenai cost sharing, payment schedule, intellectual property rights, dan transfer of technology,” kata Teguh.

Sementara dalam kesepakatan yang ditandatangani pada 2015, disebutkan bahwa Indonesia akan  menanggung 20 persen biaya pembuatan jet tempur generasi 4,5 ini.

Sempat muncul wacana dari Indonesia untuk mengundurkan penyelesaian proyek dari 2026 menjadi 2030. Tetapi pihak Korea Selatan keberatan. Mereka menilai hal itu akan berdampak besar pada komitmen-komitmen lain. 

Selain itu, kata Teguh, nama Indonesia akan buruk di mata dunia internasional bila meninggalkan atau membatalkan perjanjian secara sepihak begitu saja. Bila itu terjadi, di masa depan, negara-negara sahabat yang lain akan ragu untuk menjalin kesepakatan dengan Indonesia karena khawatir Indonesia tidak menuntaskan komitmen. 

Ketua Jaringan Media Siber Indonesia ini juga mengatakan di Blue House, Presiden Moon Jaein mengatakan bahwa proyek prestisius itu adalah simbol tingkat kepercayaan dan kerja sama kedua negara yang sejak 2017 lalu telah meningkatkan level hubungan menjadi special strategic partnership.

Presiden Moon menggambarkan kunjungan Prabowo sebagai wujud komitmen kuat Indonesia untuk melanjutkan kerja sama industri pertahanan dengan Korea Selatan. Indonesia adalah satu-satunya mitra asing dalam proyek ini.

Presiden Moon juga menyampaikan harapan agar kedua negara dapat memproduksi KF-X/IF-X secara massal, mentransfer teknologi, dan memasuki pasar luar negeri bersama-sama.