Teguh Santosa: Nama Rachmawati Akan Tetap Dikenal sebagai Tokoh Reunefikasi Korea

Rachmawati Soekarnoputri. Foto: republika.
Rachmawati Soekarnoputri. Foto: republika.

Rachmawati Soekarnoputri menghembuskan napas terakhir dalam perawatan di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Subroto, Jakarta, tadi pagi, sekitar pukul 6.15 WIB. Dia meninggal dunia pada usia 70 tahun. Putri dari pasangan Soekarno dan Fatmawati ini dimakamkan di Blok AA 1 Blad 7 TPU Karet Bivak, Jakarta, siang ini. 


“Namun cerita tentang Rachmawati tidak akan hilang. Tidak dalam waktu dekat. Bahkan kiprah, perhatian dan kepedulian Rachmawati kepada isu internasional akan dikenang dalam waktu lama,” kata Direktur Informasi Publik Komite Regional Asia Pasifik untuk Reunifikasi Damai Korea (APRCPRK), Teguh Santosa, Sabtu, 3 Juli 2021.

Teguh mengatakan Rachmawati kerap menyuarakan protes terhadap praktik neokolonialisme dan neoimperialisme yang masih terjadi di berbagai belahan dunia seperti di Palestina, Afghanistan, Irak, Iran, Kuba, Venezuela, juga Korea Utara.

Rachmawati juga merupakan salah seorang tokoh reunifikasi Semenanjung Korea. Di organisasi Komite Regional Asia Pasifik untuk Reunifikasi Damai Korea (APRCPRK) bersama sejumlah tokoh dari belahan dunia lain. Bersama bekas Perdana Menteri Nepal Madhav Kumar Nepal, dan Wali Kota Sydney Peter Woods, putri Bung Karno ini duduk sebagai Ketua Bersama lembaga itu. 

Kedekatan Rachmawati dengan isu reunifikasi Korea berlangsung sejak lama. Pada 2001, Rachmawati berkunjung ke Pyongyang, Korea Utara. Kunjungan itu kembali menghangatkan hubungan kedua negara yang sempat redup di era Orde Baru.

Sepulang dari kunjungan tersebut, Rachmawati mendirikan dan memimpin Perhimpunan Persahabatan Indonesia Korea Utara (PPIK). organisasi ini berperan memperkenalkan Korea Utara dan mempromosikan perdamaian di Semenanjung Korea dan kawasan Asia Timur. 

Posisi Ketua PPIK ditanggalkan Rachmawati pada 2007 saat dia ditunjuk Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menjadi anggota Dewan Pertimbangan Presiden. Sejak itu, PPIK dipimpin duet Ketua Ristiyanto dan Sekjen Teguh Santosa, dan kini merupakan salah satu organisasi yang paling aktif dalam mempromosikan perdamaian dan reunifikasi Korea.

“Ibu Rachma yang ikut mendorong agar skala kampanye reunifikasi damai Semenanjung  Korea diperlebar hingga ke berbagai kawasan di dunia,” ujar Teguh Santosa yang pernah menjabat sebagai Wakil Rektor UBK yang didirikan Rachma.

Teguh dikenal sebagai wartawan dan akademisi  yang kerap berkunjung ke Korea Utara. Dia mengatakan, dua di antara kunjungan-kunjungan itu sebagai utusan khusus Rachmawati. Pertama di tahun 2003, Teguh mewakili Rachma yang ketika itu berhalangan memenuhi undangan pemerintah Korea Utara karena sedang mempersiapkan Partai Pelopor yang didirikannya untuk ikut dalam Pemilu 2004. 

Lalu di tahun 2015, Teguh kembali menjadi utusan khusus Rachma ke Pyongyang untuk menyerahkan Star of Sukarno Award yang diberikan YPS kepada pemimpin Korea Utara, Kim Jong Un. 

Tropi dan sertifikat Star of Sukarno itu diterima Presiden Presidium Majelis Tertinggi Rakyat Korea, Kim Yong Nam, dalam sebuah upacara resmi di Istana.   

Teguh mengatakan, kabar kepergian Rachma sangat mengejutkan sahabat-sahabat Rachma di luar negeri maupun perwakilan negara sahabat di Jakarta. Sejumlah ucapan duka yang diterimanya untuk disampaikan ke pihak keluarga antara lain berasal dari Dutabesar Rusia, Lyudmila Vorobieva, lalu dari Dubes Kuba Tania Velazquez, Dubes Iran Mohammad Azad, Dubes Radames Gomez, dan Dubes Korea Utara An Kwang Il. 

I have bitter feeling on demise of Ibu Rachma. I reported the sad news to my country, and will follow the procedure for the ceremony,” tulis Dubes An Kwang Il dalam pesannya kepada Teguh. 

I am very sorry to know that Ibu Rachmawati passed away. Please accpet my most heartfelt condolences,” tulis Dubes Lyudmila Vorobieva dalam pesannya. 

This bad news fills us with sadness,” tulis Dubes Radames Gomez.

Sejarawan Greg Poulgrain yang sedang berada di Brisbane, Australia, juga telah menyampaikan ucapan duka. Dengan Greg Poulgrain, Rachma merancang pembuatan film dokumenter mengenai Bung Karno. Rencana itu terhenti karena pandemi Covid-19 yang merebak sejak akhir 2019. 

There is nobody but you to whom I can pass on my concolences. I am so sorry to hear that Ibu Rachma passed away. Wow, a real lady she was. What a life!” kata Greg dalam pesan yang dikirimkannya kepada Teguh.