Terkait Pelanggaran HAM Berat, Komnas HAM Aceh Minta Menko Polhukam Fasilitasi Penyelesaian

Kepala Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (HAM) Perwakilan Aceh, Sepriady Utama. Foto: net.
Kepala Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (HAM) Perwakilan Aceh, Sepriady Utama. Foto: net.

Kepala Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (HAM) Perwakilan Aceh, Sepriady Utama, menyambut baik sikap Presiden Joko Widodo dan pemerintah yang mengakui terjadinya 12 peristiwa pelanggaran HAM berat pada masa lalu.


"Pengakuan tersebut memperlihatkan adanya komitmen pemerintah sebagai pemangku kewajiban dalam pemulihan hak korban untuk memberikan kompensasi, restitusi dan rehabilitasi," kata Sepriady kepada Kantor Berita RMOLAceh, Kamis, 12 Januari 2022.

Sepriady menjelaskan, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM,  Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2018, Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2002 dan Keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 2022 tentang Tim Penyelesaian Non Yudisial Pelanggaran HAM berat masa lalu. 

Sepriady meminta kepada pemerintah menjamin tidak terulangnya kasus pelanggaran HAM yang berat. Dengan melakukan perbaikan dari berbagai sektor tatanan kelembagaan negara, hingga pendidikan dan pelatihan HAM. 

"Kita mendukung jaminan ketidak berulangan peristiwa pelanggaran HAM yang berat dengan membangun  pemajuan dan penegakan HAM  yang  efektif," ujar Sepriady.

Namun, Sepriady juga meminta Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) untuk memfasilitasi koordinasi antara Komnas HAM dengan Kejaksaan Agung terkait tugas dan kewenangan dalam menjalankan penyelidikan dan penyidikan guna menyelesaikan peristiwa pelanggaran HAM yang berat melalui mekanisme yudisial. 

Bahkan, kata Sepriady, dirinya berpandangan bahwa hak korban atas pemulihan juga berlaku bagi korban peristiwa pelanggaran HAM yang berat yang telah disidangkan melalui Pengadilan HAM. Namun hingga saat ini belum mendapatkan haknya atas pemulihan, yaitu Peristiwa Tanjung Priok 1984, Peristiwa Timor-Timur 1999, Peristiwa Abepura. 2000, dan Peristiwa Paniai 2014. 

Di sisi lain, Sepriady meminta berbagai institusi yakni, TNI, Polri, Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Hukum dan HAM serta pemerintah daerah untuk turut mendukung kebijakan pemerintah terkait tindak lanjut atas laporan Tim PPHAM.

Sepriady mengatakan pihaknya juga membuka ruang bagi korban untuk mengajukan status sebagai korban pelanggaran HAM yang berat kepada Komnas HAM Perwakilan Aceh.

"Kami juga meminta Menkopolhukam untuk merumuskan langkah konkrit tindak lanjut atas laporan tim PPHAM, demi pemenuhan hak-hak korban pelanggaran HAM yang berat. Kita mendukung dan mendorong tindak lanjut dari laporan tim PPHAM sebagaimana komitmen yang telah disampaikan oleh presiden," sebut Sepriady.