Tinta Elizabeth

Ratu Elizabeth. Foto: net.
Ratu Elizabeth. Foto: net.

ANDA mungkin pernah ikut berdoa: semoga Ratu Elizabeth bisa mencapai usia 100 tahun. Saya juga.

Waktu perayaan 70 tahun menjadi Ratu Inggris Februari lalu, dia masih terlihat begitu sehat. Pun setelah suami Ratu, Philip, meninggal dunia April tahun lalu, di usia 99 tahun.

Dua bulan lalu Ratu tetirah ke Istana Balmoral. Di pedalaman Skotlandia. Jauh di utara. Masih sekitar 150 km di utara Edinburgh. Itulah tempat istirahat kesukaan Ratu. Yang dibeli kerajaan di tahun 1850-an. Udaranya sejuk di musim panas seperti sekarang ini, dan cukup hangat di musim dingin.

Bahwa Ratu tidak kunjung kembali ke London Anda sudah tahu: di sana Ratu sakit. Tidak berat. Hanya tidak memungkinkan segera balik ke Istana yang di London.

Ketika persoalan politik di Inggris memuncak Ratu mengikuti perkembangannya dari Balmoral. Perdana Menteri Boris Johnson jatuh. Calon penggantinya mengerucut tinggal dua orang. Salah satunya keturunan India: Rishi Sunak. Tapi wanita kulit putih kelahiran Oxford yang akhirnya terpilih: Liz Truss, 47 tahun.

Setelah wali kota London dijabat keturunan Pakistan, hampir saja perdana menteri Inggris dijabat Sunak. Ia kalah suara di pemilihan dalam partai konservatif:

81,326 suara lawan 60,399.

Setelah terpilih Liz harus menemui Ratu. Wajib. Untuk mendapatkan pengesahan sebagai perdana menteri Inggris yang baru.

Hari itu Ratu Elizabeth masih bisa menemui Liz di Balmoral. Masih berdiri, berjalan dan menjabat tangan Liz. Senyumnya juga masih khas Ratu Elizabeth. Tidak ada tanda Ratu akan meninggal dunia dua hari kemudian.

Liz adalah perdana menteri Inggris  ke 15 yang disahkan Ratu Elizabeth. Pemimpin pemerintahan  terus berganti tapi Ratunya tetap sama: selama 70 tahun.

Gejolak terbesar selama 70 tahun itu justru datang dari dalam kerajaan. Yakni ketika Pangeran Charles menduakan Lady Diana, istrinya. Lady Di begitu hidup di hati rakyat Inggris. Juga di luar Inggris. Kecantikannyi, keanggunannyi, dan keibuannyi begitu cocok bisa menjadi permaisuri Raja Inggris berikutnya. Tapi Charles jatuh cinta ke wanita lain yang Anda pun malas menyebutkan namanyi.

Ratu Elizabeth menghadapi gejolak itu tanpa komentar apa pun.

Elizabeth sebenarnya tidak punya  harapan jadi Ratu Inggris. Yang lebih berhak adalah sepupunya: anak dari pakde-nya, Raja Edward VIII.

Edward menjadi raja Inggris hanya 11 bulan. Padahal ia tidak hanya raja Inggris. Ia raja di banyak sekali negara. Termasuk India. Tapi Edward jatuh cinta habis-habisan kepada seorang janda Amerika. Janda dua kali. Ia pilih janda itu. Ia tinggalkan istana. Ia lepaskan haknya sebagai raja. Umurnya 42 tahun.

Edward memang memusingkan ayahnya. Soal wanita. Soal istri orang. Soal pesta mudanya di Paris, pun di zaman perang. Menurut majalah TIME, Sang ayah pernah mengatakan ''semoga Edward tidak pernah kawin dan tidak punya anak''. Kelangsungan kerajaan Inggris bisa suram akibat kelakuan Edward.

Maka ketika Edward meletakkan haknya sebagai Raja Inggris, rakyat tidak lagi kaget. Bahkan bersuka ria.

Waktu itu Elizabeth masih berumur 10 tahun. Dia pemalu. Sampai dapat julukan Lilibet. Ia suka menyalahkan dirinyi sendiri. Tidak suka mencari kambing hitam. Waktu kecil, ketika merasa sulit belajar bahasa Prancis dia sampai menyiramkan tinta ke badannyi.

Ketika Raja Edward memilih wanita ketimbang takhta, ayah Elizabeth pun tiba-tiba jadi Raja Inggris: King George VI. Dan Elizabeth menjadi Princes. Lalu jadi Ratu. Jadilah Elizabeth ratu Inggris yang luar biasa.

Kisah ''pilih wanita daripada takhta'' Raja Edward VIII ini abadi dalam love story. Maka nama Wallis Simpson harus dicatat sebagai bintang daya tariknya.

Waktu bertemu Edward VIII, sebenarnya Wallis sudah berumur sekitar 31 tahun. Saat itu dia masih dalam status sebagai istri dari suaminyi yang kedua: Ernest Simpson. Dia sudah lima tahun menjadi istri Simpson. Nama Wallis Simpson diambil dari nama belakang suami keduanyi itu.

Wallis kawin pertama di umur 20 tahun. Dengan Win Spencer, seorang anggota Marinir. Mereka baru bercerai setelah 9 tahun menikah.

Dalam publikasi documentary, disebutkan Wallis tidak tergolong cantik. Rahangnya terlalu besar untuk ukuran wanita cantik. Dia juga tergolong mungil untuk ukuran wanita Amerika. Tapi matanyi hijau kecokelatan. Geraknyi lincah dan enerjetik. Vitalitasnyi menonjol.

Edward jatuh cinta.

Pun Wallis.

Status perkawinan tidak seluas lautan. Edward memutuskan menyerahkan takhta kepada adiknya. Wallis menceraikan suami keduanyi. Mereka kawin.

Gosip tentang mereka ini tidak habis-habisnya. Jarak Inggris-Amerika menjadi begitu dekatnya.

Edward VIII meninggal dunia tahun 1972, di usia 76 tahun. Di Paris. Pasangan ini memang lebih banyak hidup di Paris. Edward dimakamkan di Inggris.

Wallis dua tahun lebih muda. Tapi begitu Edward meninggal dia  langsung hilang dari perbincangan.

Topik baru di Inggris kini pindah ke Raja baru: Pangeran Charles. Dengan gelar resmi King Charles III. Di usia 73 tahun.

Charles –dan keluarga kerajaan– memang menyusul ke Balmoral di hari-hari akhir Ratu Elizabeth. Charles menerima warisan kerajaan di situ. Ia masih harus menunggu pengumuman resmi dari satu dewan sesepuh Inggris. Dewan ini terdiri dari para senior di parlemen yang sekarang maupun yang sudah lewat. Ditambah ketua persemakmuran –negara-negara bekas jajahan Inggris.

Liz Truss punya kenangan begitu khusus. Ia jadi perdana menteri di hari-hari akhir Ratu Elizabeth. Ini menambah kepopulerannyi. Dia perlu itu. Dia lagi membuat program subsidi energi untuk rakyat Inggris. Dia perlu utang untuk subsidi itu.

Rakyat Inggris lagi harap-harap cemas menghadapi musim dingin. Harga gas naik terus seiring dengan perang di Ukraina yang berkepanjangan.

Jadi Ratu Inggris tidak dia harapkan. Memerintah begitu lama tidak dia bayangkan. Umur begitu panjang berakhir dengan begitu husnul khatimah. Nikmat apalagi yang masih harus didustakan. 

| Penulis adalah bekas menteri BUMN RI.