Tolak Gugatan Kelompok Moeldoko, Pengadilan Buktikan Keadilan Masih Tegak

Saifuddin Bantasyam. Foto: ist.
Saifuddin Bantasyam. Foto: ist.

Dosen Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala, Saifuddin Bantasyam, menilai putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang menolak gugatan Moeldoko dan kawan-kawan sebagai putusan yang memberi harapan kepada penegakan hukum yang independen di Indonesia. Putusan itu menjadi penanda keadilan masih tegak di negeri ini. 


“Karena itu, putusan ini harus diapresiasi oleh seluruh pihak,” kata Saifuddin, Rabu, 5 Mei 2021. 

Saifuddin berharap pihak Moeldoko dan kawan-kawan dapat belajar dari putusan tersebut. Salah satu pelajaran penting itu adalah bahwa hakim tak bisa diintervensi oleh elit penguasa atau pihak-pihak lain yang tak berkait langsung dengan gugatan tersebut. 

Di awal, Saifuddin mengatakan bahwa perasaannya terhadap kasus itu sempat mendua. Di satu sisi dia percaya bahwa keadilan akan menang namun di sisi lain, dia merasa keadilan mungkin akan kalah. 

Pemikiran ini muncul karena perkara Partai Demokrat ini memiliki dimensi politik yang amat tinggi. Ini, kata dia, menyangkut rivalitas elit luar dan dalam parpol.  

Elit di luar Partai Demokrat adalah Moeldoko, Kepala Staf Kepresidenan (KSP), sedangkan elit dalam parpol itu adalah SBY yang pernah menjabat sebagai Presiden Indonesia dua periode.

Gelagat kemenangan keadilan itu dirasakan Saifuddin akhir Maret lalu saat Menteri Hukum dan HAM menolak untuk mengesahkan hasil KLB Deli Serdang. Sejak itu, kata Saifuddin, perasaannya berubah ke sikap yang lebih optimistik. 

Menilik berita yang di media massa yang berisi kelemahan-kelemahan pihak Moeldoko dan kawan-kawan, dan di lain pihak kubu AHY juga disebut memiliki bukti-bukti sahih bahwa KLB itu ilegal, Saifuddin menaruh harapan pengadilan juga akan menolak gugatan Moeldoko dan Johni Allen terhadap AD/ART Partai Demokrat.  

“Jadi, saat gugatan itu ditolak, maka keadilan dimenangkan,” kata Saifuddin.