Tuah Demokrasi

Ilustrasi. Foto: Net.
Ilustrasi. Foto: Net.

DEMOKRASI sudah disepakati sebagai "kata bertuah" dalam dinamika kehidupan berbangsa dan bernegara di Republik Indonesia. Siapapun pasti berupaya untuk memoles pikiran, sikap dan tindakannya dalam warna demokratis.

Tidak ada seorangpun yang mau dicap tidak demokratis meski dia melakukan praktik-praktik anti demokrasi .

Pada masa orde baru para pejuang demokrasi bisa dengan mudah dibedakan dengan musuh demokrasi. Mereka bisa dengan mudah menyebut diri sebagai kaum Pro Demokrasi (pro dem) untuk menegaskan perlawanan terhadap sistem yang anti demokrasi. Pro dem bisa menjadi spirit yang mudah ditangkap pesan pesan perjuangannya.

Saat ini kata demokrasi sudah sedemikian mudah diucapkan. Bahkan, nyaris semua individu atau kelompok politik mengklaim diri sebagai seorang demokrat yang memperjuangkan pelaksanaan sistem yang demokratis. Meski dalam prakteknya tindakan tindakan yang mereka lakukan justru melemahkan atau mengingkari tata cara kehidupan yang demokratis.

Menghadapi kontestasi politik dalam Pemilu 2024, "kaum pro dem" yang sudah berjuang sejak masa orde baru harus mampu menampilkan faktor pembeda dengan para "pejuang demokrasi karbitan". Jika tidak maka kaum pro dem tidak akan memberikan dampak yang signifikan terhadap perubahan tatanan politik kebangsaan kita.

Salah satu yang bisa menjadi faktor pembeda adalah dalam konteks pengusungan calon presiden. Kaum pro dem sejati sebaiknya tidak latah dengan gerakan dukung mendukung atau anti antian terhadap figur capres yang bermunculan. Kaum pro dem harus lebih radikal dibanding kelompok kelompok politik lainnya.

Radikalisme macam apa yang bisa ditawarkan? Kaum pro dem harus mampu menyusun gagasan yang radikal tentang tatanan pemerintahan Indonesia di masa depan. Radikal dalam artian mampu mengupas secara tuntas problem problem kebangsaan saat ini dan menawarkan solusi solusi perubahan yang harus dilakukan.

Kaum pro dem harus tetap berdiri sebagai kelompok independen agar tetap cerdas dan cerdik. Karena hilangnya independensi akan membuat para pejuang pro dem tak lebih dari kecoa politik yang berseliweran di tengah kebusukan politik berkembang saat ini.

Kita sudah saksikan banyak sekali pejuang pro dem yang menjadi kacung dari kelompok yang berkuasa. Banyak nama besar pejuang pro demokrasi yang kini tenggelam dalam kubangan lumpur pragmatisme.

Ketika kaum pro dem memutuskan untuk mendukung salah satu capres, sebaiknya bukan hanya berdasarkan hitungan politik kalah atau menang semata. Dukungan tersebut harus menyertakan pertimbangan lain yakni intelektualitas kapasitas komitmen dan integritas para calon agar dapat membawa perubahan yang signifikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Para calon yang didukung harus menjadi agen kekuatan pro dem untuk mewujudkan cita cita perubahan yang bermuara pada peningkatan kesejahteraan rakyat dan keselamatan warga negara.

Berdasarkan rekam jejak kepemimpinan selama ini, maka patut  dipertimbangkan untuk mendalami potensi kepemimpinan yang dimiliki oleh Saudara Anies Baswedan dan Saudara Rizal Ramli saat ini. Kedua sosok ini saling melengkapi dari aspek popularitas dan kapasitas.

Anies Baswedan adalah salah satu calon presiden yang diharapakan massa rakyat utuk menjadi pemimpin perubahan sedangkan Rizal Ramli adalah sosok Pro Demokrasi yang kenyang makan asam garam dalam menyelesaikan persoalan persoalan  ekonomi dan politik bangsa di masa masa krisis.

Keduanya memang bukan berasal dari partai politik sehingga perlu berjuang keras untuk menyiasati politik ambang batas 20 persen. Namun kita harus yakin bahwa dinamika politik itu seperti si kulit bundar yang licin dan gesit.

Saatnya kapasitas politik para aktivis pro dem yang sudah terdidik selama puluhan tahun akan diuji. Apakah mampu memenangkan pertarungan politik 2024 sebagai kelompok pelopor atau hanya akan menjadi pengekor yang main aman dengan hitungan hitungan politik normatif.

| Penulis adalah aktvis ProDem.