Upaya Perbaikan Hutan Mangrove Tak Sebanding Tingkat Kerusakan

Pengunjung berpose di hutan mangrove di Langsa. Foto: AJNN.
Pengunjung berpose di hutan mangrove di Langsa. Foto: AJNN.

Usaha tambak dan perkebunan kelapa sawit dituding menjadi penyebab utama tingginya laju deforestasi Mangrove di Indonesia. Upaya pemerintah untuk merehabilitasi lahan tak sebanding dengan laju kerusakan. 


"Kerusakan dan kehilangan mangrove secara spasial ada dua, yakni sebelum tahun 2000-an karena dikonversi menjadi tambak,” kata peneliti ekologi dan konservasi mangrove, Universitas Sumatera Utara (USU), Onrizal, dalam Webinar Optimalisasi Inovasi Teknologi Untuk peningkatan Produktivitas Perikanan Indonesia di Tahun 2022 yang digelar oleh Program Studi Akuakultur, Universitas Malikussaleh, kemarin. 

Usaha tambak itu, kata Onrizal, rata-rata hanya bertahan 5 tahun lalu. Setelah itu, lahan yang rusak ditinggal. Hal ini menyebabkan 30 persen lahan mangrove rusak. 30 persen lain kerusakan hutan mangrove disebabkan perubahan lahan untuk perkebunan.

Onrizal mengatakan teknologi saat ini dapat mendorong efisiensi lahan untuk tambak. Dia mengatakan peningkatan hasil usaha tambak tidak lagi didasarkan pada luas areal yang digunakan.

Dengan teknologi saat ini, kata Onrizal, menambak tak harus di lahan luas. Teknologi memungkinkan satu hektare menghasilkan produk yang sema jumlahnya dengan lahan seluas 10 hektere. Teknologi budidaya air payau, kata dia, berinovasi untuk menghasilkan produk lebih baik dan lebih banyak. 

Onrizal mengungkapkan hasil kajiannya yang memprediksi Indonesia kehilangan tutupan hutan mangrove seluas 1,6 juta hektare. Nilai kerugian itu sama dengan USD 1.728 juta. Kondisi ini, kata dia, bakal mendatangkan petaka karena produktivitas perikanan sangat tergantung pada kelestarian hutan mangrove.

Dia mengatakan 2/3 biota di perairan pesisir sangat bergantung pada kelestarian mangrove. Karena itu Onrizal menegaskan urgensi memulihkan hutan mangrove yang rusak.

Onrizal juga menilai perbaikan mangrove oleh Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) belum membuahkan hasil karena kerusakan yang terlalu parah. Dia mengatakan masyarakat perlu mendorong Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan pemerintah daerah untuk memperbarui target rehabilitasi hutan mangrove.