Saiful Mahdi dosen Universitas Syiah Kuala dilepaskan dari Lapas Kelas IIA Banda Aceh. Dia mendapatkan amnesti dari Presiden RI Joko Widodo setelah dinyatakan bersalah atas pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik.
- Saiful Mahdi Harap Presiden dan DPR Revisi UU ITE
- Istri Saiful Mahdi: Anak-anak Bisa Mendapatkan Kembali Ayahnya Malam Ini
- Rektor USK: Tak Perlu Amnesti Jika Saiful Mahdi Meminta Maaf
Baca Juga
Tak hanya dibebaskan, Saiful juga di dapuk sebagai Duta Lapas Kelas IIA Banda Aceh. Proses penyerahan kepada keluarga dilakukan oleh Kalapas Kelas IIA Banda Aceh, Kanwil Kemenkumham, Kajari, ran Wakajati Aceh. Saiful juga didampingi kuasa hukumnya dari LBH Banda Aceh.
"Syukur Alhamdulillah saya bebas hari ini, terima kasih untuk semuanya, untuk teman teman koalisi yang telah mendukung sehingga amnesti ini, kepada teman-teman media, teman teman jurnalis khususnya yang membuat ini mungkin," kata Saiful Mahdi usai keluar dari lapas, Rabu, 13 Oktober 2021.
Selain itu, Saiful juga berterima kasih kepada Kalapas yang telah memberikan pelayanan prima kepadanya selama di lapas. Saiful juga menyampaikan, bahwa pelayanan di lapas dilaksanakan secara humanis.
"Lapas di sini saya bersaksi mendapat perlakuan yang baik, memenuhi standar HAM, ramah anak, ramah keluarga, ramah lingkungan, tempatnya juga asri. Ketika saya masuk, saya mendapat pelayanan tidak seperti kebanyakan kita. Walaupun saya nyaris betah, tentu saja saya tetap ingin pulang," kata dia.
Lantaran menerima perlakuan yang baik, Saiful merasa betah di lapas. Kata Saiful, pelayanan selama ia menjalani hukuman sangat baik, sehingga dia dijadikan duta Lapas Kelas IIA Banda Aceh.
"Alhamdulillah saya nyaris betah karena perlakuan yang sangat baik dari teman-teman di sini. Saya diangkat sama Pak Said menjadi Duta Lapas untuk menceritakan bahwa lapas kita sangat berbeda," ujar Saiful.
Saiful Mahdi adalah dosen USK yang diputus bersalah karena mengkritik sistem penerimaan CPNS di Fakultas Teknik USK. Saiful dijerat dengan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Kemudian pengadilan memvonis hukuman tiga bulan penjara dan denda Rp 10 juta subsider 1 bulan penjara karena mengkritik proses penerimaan CPNS di kampusnya sendiri.
- 2.990 Peserta SNBP Lulus di USK, Tertinggi Kedelapan di Indonesia
- Pakar Hukum Usul Regulasi Baru Penanganan Pengungsi Rohingya
- Universitas Syiah Kuala Raih Peringkat 11 Terbaik di Indonesia